Friday, October 20, 2017

Cintaku Bersemi di Facebook



Sebelum jemariku rapuh tak mampu mengetik di atas keyboard. Sebelum bibirku kelu tak mampu berucap. Sebelum raga ini menjadi seonggok daging yang terbujur kaku. Inginku goreskan sebuah kejujuran hati dari relung yang terdalam yang dimiliki jasad ini. 

Mungkin judulnya terbilang aneh, namun inilah faktanya. Realita yang aku alami dan aku jalani. Tidak lupa sebelum aku bercerita panjang lebar, terima kasihku aku ucapkan juga kepada pendiri facebook, dan social media lainnya yang telah menjadi perantara kisah cintaku dengan sagitarius pilihanku. Dengan adanya media di zaman modern seperti ini, semakin mudah bagi kita untuk meninggalkan sejarah bagi keturunan kita. Bagaimanapun keturunan kita harus tau bahwa mereka punya nenek moyang. Mereka punya sejarah untuk diambil pelajarannya.

Paling tidak, jika nanti kita hanya tinggal sebuah nama di atas batu nisan, keturunan kita masih bisa bercengkrama dengan kita lewat sebuah tulisan.  

2012, tahun aku pertama kali aku bertemu dengannya di layar pc, Cliquerz Verarrian. Awalnya sapaan salamku hanya dianggap angin lalu olehnya. Bertahun-tahun aku mencoba menyapanya, namun tak jua ada sedikitpun balasan darinya. Dimulai dari tahun 2012, 2013, 2014, semua respon yang kudapat hanya dingin tak bertepi. Tak ada balasan salam atau bahkan emoticon senyum yang aku dapat. Bahkan dibaca pun tidak olehnya. 

Namun hal tersebut tak membuat hatiku pupus. Saat pertama kali ku menyapanya di tahun 2012, aku sudah pernah berjanji dalam hati, bahwa suatu saat nanti, aku akan membuatnya jatuh hati kepadaku, entah bagaimana dan seperti apa caranya, jika berjodoh, Allah lah yang akan menentukan dan membuka jalannya. Biar waktu dan takdir yang membuat semua indah pada waktunya.

Lama waktu berjalan, aku juga disibukkan dengan kuliahku di Yaman, rasanya taka da waktu untuk memikirkan balasan pesanku di facebook darinya. Hanya saja ibarat pepatah lama, pucuk di cinta ulam pun tiba. Awal 2015 pesan inboxku dibaca dan dibalas olehnya, meski hanya sekedar balasan ucapan salamku dari tahun 2012, “walaikumsalam”.

Melihat nama facebooknya muncul di layar handponeku mengirim pesan, hatiku pun berbunga-bunga. Entah apa yang ada di fikiranku, aku tak mampu berfikir untuk merangkai kata, hanya sebuah gerakan reflek jari yang aku lakukan. Segera aku buka pesan itu lalu aku balas sekenanya, “apa kabar? Masih di Brunei?”

Aku tahu ia sedang studi di Brunei melalui stalking akun facebooknya. Ia seorang WNI yang sedang melanjutkan studinya di Brunei Darussalam.

Akhirnya, setelah salam terakhirku dari sekian banyak salam yang aku ucapkan, mulai dari sanalah, hubungan kami lebih sering dan lebih intens lagi. Kami sering bertanya kabar, sharing pengalaman, dan banyak hal yang kami bagi bersama melalui perantara layar handphone ataupun laptop.

Banyak orang bilang, kenalan di facebook atau social media lainnya banyak hoaxnya, banyak orang menipu. Pada banyak kejadian memang seperti itu. Karena diantara teman-temanku ada beberapa yang mengalami penipuan dengan kenalan facebooknya. Di foto cantik, ketika bertemu, ternyata buruk rupa.  

Membangun sebuah kepercayaan melalui social media memang tidak mudah, harus benar-benar saling jujur apa adanya dengan keadaan masing-masing. Yang membuat aku semakin serius yaitu ketika aku mulai dekat dan sering mengobrol dengannya. Aku langsung dikenalkan ke Ibunya, karena ibunya juga cukup protektif kepadanya agar tidak sembarangan berkenalan di social media.

Dari pengalamanku, tidak ada yang negatif tentang social media, semua tergantung bagaimana kita menggunakan dan berinteraksi dengan orang-orang di dalamnya. Kita dapat bertemu banyak teman, namun kita juga bisa berhadapan dengan banyak musuh di social media, semua tergantung bagaimana kita menyikapi segala respon yang timbul akibat interaksi di social media ataupun internet pada umumnya.

Ini baru penggalan awal dari kisah cintaku dengan sagitariusku. Ikuti lanjutannya hanya di blog ini…

No comments:

Post a Comment