Wednesday, April 2, 2014

Dimensi Tak Terhingga



Udah lama banget rasanya ga blogging lagi… hehe. Maklum dah blogger abal-abal Kw 39 yang seharusnya  udah ga beredar lagi di pasaran. Bisa nulis klo lagi ada mood aja, ga konsisten dan ga punya komitment. Ditambah lagi nasib sebagai mahasiswa rantau yang harus mencari sampingan karna ga bisa sepenuhnya mengandalkan beasiswa, gue menambah pemasukan dengan berprofesi sebagai tukang ketik, haha… ciprik banget sih, tapi Alhamdulillah, kemampuan yang gue punya ga semua orang punya. Karena ga semua orang Indonesia ternyata bisa mengetik arab dengan cepat. Walaupun akhirnya gue harus rela, sekarang jari-jari gue kayak udah kedefault keyboard arab gitu. Jadi harus sedikit adaptasi lagi untuk ngetik tulisan latin.

Kali ini gue mau ngajak temen-temen pembaca blog buat muhasabah kecil-kecilan aja, yaa semoga aja ada manfaatnya. Hehehe… berhubung yang gue ketik kebanyakan manuscript ulama Islam era 1100 sampe 1300 an hijriyah, gue ngambil sedikit pelajaran dari mereka. Ternyata budaya menulis dalam Islam udah ada sejak lama. Karena ulamanya senantiasa melestarikan ilmu yang diwariskan turun temurun dari Nabi kita Muhammad  Saw sampai zaman kita ini. Dan menurut survey, dari sekian banyaknya agama di dunia, Islamlah yang memililki peninggalan manuscript terbanyak yang sampai sekarang masih banyak yang belum di ketik ulang.

Dari sedikit manuscript yang gue ketik, gue mikir, ini ulama dulu ga ada kata bosen apa ya pas nulis? Karena nulisnya pasti harus pelan-pelan dan teliti, sebab bahan yang dipakai adalah kertas kayu dan tinta, kalau salah ga bisa dihapus, yang ada ganti kertas. Tapi mereka tetap menulis, menyebarkan ilmu, dan menuntun kepada kebenaran, baik itu tulisannya di bidang Fiqh, Tafsir, atau pun tasawwuf. Sedangkan kita sekarang, menulis terkadang ga murni ingin memberi manfaat untuk pembaca, tapi ada kepentingan lain. Hehe…

Oya, belom lama ini, pas waktu ngantuk-ngantuknya di ruang kuliah, entah karena apa dosen gue yang dari Syiria nulis sesuatu di white board, kurang lebih begini gambarnya :
Ada yang tau ini gambar apa? Sebenernya gue juga bingung secara dia tadi panjang lebar ngebahas materi dirosah ushuliyah (yaitu pembahasan tentang Ushul Fiqh lintas madzhab) ko tiba-tiba malah gambar. Berhubung waktu itu itu gue setengah sadar jadi gue kurang nyambung sama cerita sebelumnya. Biasalah, orang kalau terlalu konsentrasi dampaknya cuma dua, kalau ga tambah semangat ya ngantuk, dan gue termasuk yang ke dua, hehe..
Jadi awalnya, dosen gue cerita, kalau dulu dia pernah ngajar di sekolah umum di Syiria yang mana ternyata di sana ga semuanya memeluk agama Islam, sedangkan dia di suruh mengajarkan materi dirosah Islamiyah (pelajaran agama Islam).
Akhirnya pas udah masuk kelas, murid-muridnya masih pada ribut seakan kurang setuju di berikannya materi Dirosah Islamiyah ke pada mereka. Karena dosen gue orangnya juga keras, di ga peduli, apapun yang terjadi dia harus masuk dengan segala prinsip, materi, dan logika yang dia miliki.
Ketika dia duduk di bangku guru, sebagian murid masih ribut, sebagian lain yang beragama Islam duduk tenang menghormatinya. Wajahnya yang tampan, dengan janggut lebat menghiasi mukanya sebenarnya sudah cukup membuat ia terlihat berwibaya, tapi tatapan tajamnya tetap ia hujamkan ke seluruh penduduk kelas untuk menenangkan suasana kelas. Apalagi ini awal pertama masuk kelas, seorang guru pastinya harus punya daya tarik tersendiri di depan muridnya.
Setelah suasana tenang ia mulai mengeluarkan suaranya, “saya tidak minta kalian menghormati saya, ataupun pelajaran ini. Sekarang masukkan semua buku kalian ke dalam laci dan saya minta untuk kali ini dengarkan apa yang akan saya bicarakan”, katanya kepada seluruh murid di kelas tersebut.
Lalu dia menggambar apa yang seperti tergambar di atas dan menjelaskannya. Kelas pun hening.
“Kalian tau ini apa?” tanyanya kepada murid sekalian, dan ia pun melanjutkan perkataannya. “Titik yang pertama, adalah titik dimana kita lahir, dan titik yang kedua adalah titik di mana kita mati, lalu garis panjang ini adalah perjalanan kita setelah kematian. Jika kalian belajar matematika, pastinya kalian tau, tanda apa di ujung panah tersebut, apa artinya?” ia seakan bertanya lalu menjawab pertanyaannya sendiri, “artinya tak terhingga”.
“Jadi hidup yang kita jalani hanyalah perpindahan dari satu titik ke titik lain, lalu setelah itu, kita memasuki dimensi tak terhingga yang kekal abadi. Maka saya minta setelah ini kalian berfikir, untuk apa wujud kalian, apa yang sebenarnya kalian cari, dan yang paling penting bagaimana kalian akan menjalani kedhidupan di dimensi tak terhingga”.
Setelah perktaannya tersebut kelas menjadi tenang dan pelajaranpun tersampaikan tanpa ada sedikitpun ocehan dari murid yang berbeda keyakinan. Apakah akhirnya semua muridnya masuk islam gue juga kurang tau, karena cerita habis sampai di situ.
Dari penggalan cerita diatas gue cuma mau ngajak temen-temen pembaca aja, dan sebenernya tulisan ini buat gue sendiri untuk bisa memperbaiki diri di sisa umur yang udah diberikan Sang Pencipta kepada kita.
Jika analogi kehidupan yang kita jalani hanyalah perpindahan dari titik satu ke titik lainnya yang sangat berdekatan, maka susah dan senang yang kita rasakan hanya sekejap jika dibandingkan dengan keabadian akan kita jalani nantinya.  Gue jadi inget kata nyokap, "kalau yang fiki kejar akhirat, dunianya nanti ngikut, tapi kalau ngejar dunia, hidup itu cuma sementara", makanya nyokap selalu bilang juga bahwa segala apa yang kita miliki ini untuk dinikmati serta disyukuri. Saat kita punya uang lebih jangan sampe habis tanpa ada manfaat sedikitpun.
Sebagai manusia ga gue punggikirin, salah dan dosa gue numpuknya ngelebihin harta koruptor terkaya sedunia, tapi biar begitu, kita ga bisa terus terpaku kepada kesalahan dan lupa bahwa kita punya Tuhan yang Maha Pengampun yang selalu menerima setiap hamba yang datang kembali kepada-Nya.
Pernah ngerasa ganjil ga? Kita sering ngaku sayang kepada pasangan, teman, atau saudara sekalipun, tapi wujud sayang kita hanya sebatas hal-hal sementara. Kita sering takut kalau pasangan kita lupa makan sehingga kadang kita sering mengingatkan, “sayang kamu udah makan? Jangan lupa minum vitamin ya! I love u”, begitu juga kepada teman. Atau contoh lain orang tua kepada anaknya, “Uang kamu masih ada nak?” atau hal-hal lain yang kita asumsikan itu penting padahal tidak terlalu, karena ada hal penting yang harus diingatkan dan saling mengingatkan, misalnya, “Sayang kamu udah sholat subuh?” atau, “nak, hari ini kamu sudah baca Qur’an”.
Nah jika konsep sayang kita selama ini hanya sebatas hal-hal tersebut, maka kita belum sepenuhnya sayang, hehe… itu menurut gue. Karena kalau beneran sayang kita ga akan rela dia masuk neraka karena kita lupa mengingatkan, kita ga akan rela dia dihukum karena lalai dan begitu juga sebaliknya. Sebab sebagai manusia yang akan abadi di akhirat, konsep sayang kita juga harus jauh sampai ke keabadian tersebut. Karena nanti di akhirat antara sesama teman saling bermusuhan kecuali mereka yang menjaga hak-hak Allah dalam pertemanannya.
Gue ga abis pikir sama pasangan yang sekarang lagi ngetrend hamil di luar nikah, akibat pergaulan bebas yang kacau balau. Untuk membuktikan cintanya, si cewe harus rela berhubungan badan sama cowonya. Dan selalu kata-kata yang di pake sama cowo2 ga bertanggungjawab, “kamu cinta sama aku ga sayang?” terus cewenya bilang, “ya iyalah sayang”, lalu cowonya nimpalin, “kalau begitu buktikan dong sayang”, lalu terjadilah. Dan pas udah jadi anak, lakinya kabur, cewenya cuma bisa nangis di kamar. Nah, seperti itulah kemungkinan terburuk jika konsep sayang yang kita terapkan bukan konsep sayang yang abadi.
Begitu juga dengan konsep harta, ilmu, dan hidup secara keseluruhan, sudah seharusnya kita berfikir, bagaimana harta, ilmu, dan hidup yang kita jalani ini bermanfaat bagi kita ketika kita nanti memasuki dimensi tak terhingga dimana semua kebenaran terungkap tanpa ada sedikitpun dusta bisa bermain di dalamnya.
Maka dari itu sob, mulai dari sekarang, mumpung nafas belum sampai di kerongkongan, kita sama-sama memperbaiki diri, berfikir panjang tentang konsep hidup yang kekal, lalu menjadikan setiap apa yang sedang kita kerjakan menjadi bekal memasuki gerbang dimensi tak terhingga. Agar kebahagiaan yang kita rasakan tidak hanya di dunia tapi juga sampai ke akhirat.
Sekarang pola pikir manusia pada umumnya sudah mulai menyempit, lupa arah dan monoton. Sejak dari TK otak kita di doktrin gimana caranya punya pacar cepet, trus nikah. Percaya atau enggak semua media audio visual menyuarakan doktrin yang sama, sampai sampai film kartun Dora punya saingan Diego yang diisukan kelak Dora dan Diego akan menikah, nah lho. Mulai dari kecil otak kita diracuni dengan hal-hal romantisme semu. Ga heran kalau sampai sekarang bangsa kita belum maju, sebab pola pikir anak bangsanya ga lebih baik dari rantai makanan di kelas biologi, yaitu : sekolah – kerja – nikah – punya anak, lalu anaknya juga berfikiran seperti itu, dan terus sampai tujuh turunan berpikir dengan cara berfikir yang sama.
Gue juga sempet bertanya-tanya sama orang yang bertujuan menikmati masa pensiun dengan nyaman. Yaa… ga ada salahnya dia bertujuan seperti itu, tapi jika otaknya berpikir jernih, untuk apa dia menghabiskan berpuluh-puluh tahun mencari harta yang untuk dinikmati paling lama 20 th, setelah itu ia terkubur bersama harta-hartanya. Sebagai orang yang belajar bijak, tidak seharusnya kita berfikir seperti itu, karena lebih baik kita berusaha seumur hidup, untuk bahagia di kehidupan yang kekal, dan itu adalah sebaik-baiknya pensiun.
Hidup yang baik dan berkualitas dimulai dari pola pikir yang sehat, pola pikir yang sehat akan terwujud dari hati yang bersih, hati yang bersih bersumber dari niat yang suci, dan niat yang suci harus diteruskan dengan perbuatan baik. Maka dari itu, sama-sama kita perbaiki hidup kita, mulai dari sekarang dengan apa yang bisa kita lakukan. Pasang tekad yang kuat, karena setiap niat baik pasti ada cobaannya.
Jangan pernah putus asa terhadap dosa yang menumpuk, karena kita punya Tuhan yang Maha pengampun. Tapi jangan sekali-kali memanfaatkan sifat pengampunnya Tuhan untuk lalai dalam dosa karena harus diingat azabnya sangat pedih. Semoga hari-hari kita bisa lebih baik lagi dan lebih berkualitas buat sesama. Amin.
 

2 comments:

  1. Bermanfaat banget, bikin gue merenung lama setelah baca tulisan ini. Oke satu lagi, Fik. Udah baca Quran blom hari ini? Hihihi

    ReplyDelete