Thursday, August 21, 2014

Pupus



Gemerlap langit berbintang begitu indah melukis wajah malam purnama. Para pengamen jalanan silih berganti menyajikan nada irama tuk menemani Farel yang sedari tadi duduk termenung di ujung taman kota. Namun hadirnya pengamen hanya ia sambut dengan lambaian tangan tanda ia tidak mengantongi recehan.  Sebotol air mineral dingin dan sebungkus cokelat Toblerone begitu setia menemani kesendiriannya. Ia selalu melakukan hal tersebut saat alur kehidupan sedang kalut, gabungan manis cokelat dan dingin air mineral adalah obat mujarab yang selalu bisa menetralkan suasana hatinya, sehingga otaknya bisa kembali berpikir logis.
Farel bukan perokok yang biasa melepaskan setiap masalah bersama kepulan asap yang berembus, tapi ia pecinta cokelat yang selalu mencairkan setiap problem melebur bersama rasa manis yang memanjakan lidah. Ia begitu menikmati suasana mengemut cokelat serta meneguk air mineral dingin di bawah hamparan langit gemintang
Tatapan mata Farel masih kosong, hingar bingar suasana kota di malam minggu tidak bisa juga membuatnya bergeming lalu beranjak berbaur bersama orang-orang menikmati indahnya malam. Ia sudah tenggelam dalam dunianya sendiri, angannya pergi jauh menembus dimensi yang entah berada dimana.
Tapi sesaat kemudian heningnya terhenti. Ia mengubah posisi duduk santai menjadi lebih tegap ketika bola matanya memandang lurus ke depan ke arah wanita yang berada di seberang jalan sedang menuju menghampirinya. Wanita yang sudah tidak asing lagi baginya. Sosok berambut panjang sebahu yang selama ini mengisi kosong ruang hati dan pikirannya. Gadis pujaan nan cantik menawan yang ia dambakan kelak akan menjadi pendamping hidupnya. Farah.
Jantung Farel berdetak semakin cepat seiring langkah Farah yang datang mendekatinya. Pikirannya kacau, ia sedang meraba-raba kalimat apa yang akan ia lontarkan ke Farah. Hatinya kembali bergolak setelah sebungkus cokelat berhasil menetralisir pola pikirnya. Dan sosok Farah pun sekarang berada tepat di hadapannya.
“Farel,” Farah mencoba menegur laki-laki yang mengambil posisi mematung tidak menghiraukan kedatangannya.
Hening. Farel masih belum tau akan menjawab bagaimana sapaan Farah. Otaknya masih memilih kata-kata yang tepat untuk diucapkan.
“Mau apa datang kemari, bukannya kita sudah berakhir ya?” Farel mencoba menjawab Farah dengan pertanyaan langsung.
“Iya aku ngerti Farel, kita memang sudah berakhir, tapi plis Farel, untuk kali ini saja izinkan aku bicara.” Farel terdiam mendengar kata-kata Farah, “boleh aku duduk?”
“Duduklah,” jawab Farel datar.
Setelah Farah duduk di sampingnya, Farel kembali melemparkan pertanyaan yang cukup tajam bagi Farah, “kapan kamu melangsungkan akad nikah?”
“Farel plis, izinkan aku menjelaskan semuanya dulu,” jawab Farah mencoba menangkan hati Farel yang sedang berkecamuk.
Semarah apapun Farel, Farah selalu saja bisa mengambil hatinya dan membuat suasana menjadi cair, “owh begitu, baiklah, aku mendengarkan.” Pandangan Farel tetap lurus ke depan tanpa menghiraukan Farah yang ada di sampingnya. Setiap kali melihat Farah, yang ada terbesit di dirinya hanya sakit hati yang tak kunjung sembuh.
“Jadi begini Farel,” Farah mulai meneruskan pembicaraannya, “ternyata pria yang datang berta’aruf kepadaku sudah dicarikan calon juga oleh keluarganya. Ibu pria tersebut saat ini lebih condong kepada wanita pilihan keluarga. Memang dia memilih aku, tapi jika ibunya memilih wanita itu, ia tidak bisa menolak pilihan ibunya. Dia meminta waktu kepadaku untuk untuk beristikhoroh dan bicara kepada ibunya.
Dan kamu perlu tau Farel, saat kamu memaksa aku menentukan pilihan antara kamu dan dia, aku tertekan. Aku berada diantara tuntutan keluarga yang ingin aku menikah cepat dan keinginanku menikah dengan orang yang aku cintai. Aku menyesal telah memilih dia dan meninggalkanmu. Setelah ia datang dan bertemu dengan papa mama, aku masih belum bisa menghilangkan bayangmu dari ingatanku. Yang ada dibenakku cuma kamu.
Dan kamu juga harus tau Farel, laki-laki yang selalu ditanyai dan diperhatikan oleh mamaku itu kamu bukan dia. Mama selalu tanya, ‘Farel kemana? Kenapa gak sama Farel aja?’
Memang iya, kemarin papa dan mamaku mendesak aku untuk menikah lebih cepat, melihat usiaku yang sudah terlalu matang. Tapi saat ini papa dan mama sudah tidak menekan aku lagi. Mereka tidak memaksakan aku harus menikah tahun ini, mereka ingin aku menikah dengan orang yang aku cintai. Dan kamu pastinya tau siapa laki-laki yang aku cintai yang tidak bisa aku lepaskan dari hati dan pikiranku.
Aku ingin menikah dengan orang yang aku sayangi, Farel. Aku ingin tertawa saat setelah menikah nanti, bukannya canggung. Aku ingin membangun keluarga bersama orang yang benar-benar bisa mengerti aku. Aku maunya kamu, Farel.
Sekarang dia sedang bimbang, antara memilih aku dan wanita pilihan keluarganya. Jadi kemungkinan aku akan menjadi pengantin dengan dia sangat tipis. Tapi sayang, dulu kamu sudah bilang akan menutup rapat hatimu untukku, padahal aku masih berharap bisa kembali kepadamu.”
Setelah penjelasan Farah, mereka berdua terdiam. Farel belum bisa menjawab semua penjelasan Farah. Ia belum mampu mengiyakan keinginan Farah untuk bisa kembali kepadanya, karena sebelumnya, berkali-kali ia beri kesempatan kepada Farah, tapi selalu saja Farah yang menyianyiakan kesempatan tersebut. Farah lebih memilih meninggalkan Farel.
Suasana masih hening, keduanya membisu saling menahan perasaan. Dalam hati, Farel benar-benar ingin Farah kembali, tapi ia juga tidak mau patah hati untuk kesekian kali karena setiap kali ia memberi hatinya untuk Farah, Farah melepasnya dan hanya bisa berkata ‘maaf’. Farel bimbang antara menerima Farah, atau menyuruhnya pergi selamanya.
Perlahan Farel mencoba membuka pembicaraan, “jadi kamu belum dilamar?”
“Iya, dan belum ada kepastian dari dia,” jawab Farah.
“Kamu maunya aku?” tanya Farel lagi memastikan.
“Iya Farel, kamu tau itukan? Dan aku cuma bahagia sama kamu,” jawab Farah meyakinkan.
Farel tertegun. Ia masih berpikir dan berpikir apakah Farah sungguh-sungguh menginginkannya atau masih seperti sebelum-sebelumnya, Farah hanya menjadikannya lelaki cadangan.
“Tapi Farah,” Farel melanjutkan pembicaraan, “ jika dia memilih kamu dan meninggalkan wanita pilihan keluarganya, serta ibunya merestui, apa kamu mau menolaknya?”
Dan keadaanpun berbalik, sekarang Farah yang tertegun dengan pertanyaan Farel, karena ia tau ia tidak akan bisa menolak jika pria tersebut memilihnya. Tapi egonya yang masih menginginkan Farel mendorong ia untuk berkilah, “Farel, aku kan sudah bilang, aku maunya kamu, dan dengan keadaan seperti ini tidak mungkin dia memilih aku. Wanita itu didukung oleh keluarganya sedangkan aku tidak.”
Farel kembali tertegun dan hatinya mulai luluh oleh semua bujuk rayuan Farah. Ia tergoda dan mulai mencoba membuka hati lagi untuk Farah yang selama ini sudah ia coba tuk menguburnya dalam-dalam.
“Baiklah, jika memang benar itu maumu, aku akan buka hatiku untukmu. Tapi Farah, aku masih lama, kamu tau kan aku harus membiayai adikku dulu yang tahun ini akan lulus. Paling cepat tahun depan aku baru bisa menikahimu. Apa kamu siap menungguku?”
“Hei Farel, kamu itu adalah alasan kenapa aku kuat menunggu, sedangkan menunggu adalah hal yang paling aku benci. Lagi pula aku menuggumu tidak dengan diam mematung. Kamu tau, aku berkali-kali dipanggil Rektor mendapat tawaran menjadi dosen di universitas tempat aku kuliah, jadi menunggumu akan menjadi hal indah yang menghiasi hari-hariku?” jawab Farah.
“Benarkah begitu?” tanya Farel ragu.
“Ya benarlah Farel,” jawab Farah meyakinkan.
Malam itu di hati Farel mulai tumbuh kembali harapan yang selama ini telah pupus. Ia pulang mengantar Farah dengan sejuta harapan terpendam yang menjadi suratan doa kepada penciptan-Nya.
Lampu-lampu jalan yang terang menguning membuat suasana hati Farel yang hampir tandus kembali bersemi. Ia mulai bersemangat lagi, karena bagian dari dirinya yang hilang telah ia temukan kembali.
***   
Arloji di tangan kiri Farel menunjukkan pukul 10.00 malam. Ia memarkir sepeda motornya tepat di depan gerbang rumah Farah.
“Farah!” sebelum Farah beranjak masuk, Farel menghampirinya. Sambil memegang tangan Farah dan mata mereka bertemu, Farel bertanya memastikan, “benar kamu maunya aku?”
“Sungguh Farel!”
“Baiklah, kalau begitu, aku mau kamu bilang ke papa dan jelaskan semuanya. Aku tunggu jawabannmu besok. Kamu siap bilang ke papa kan?”
“In Syaa Allah, Farel.”
***
Keesokan harinya di hari Senin seperti biasa, Farel menjalankan rutinitasnya sebagai pekerja kantoran. Tapi hari ini terasa berbeda baginya, ia masih diselimuti tanda tanya akan jawaban yang akan Farah berikan kepadanya. Ia ragu akan Farah yang benar-benar menginginkannya kembali. Konsentrasinya buyar, ia tidak sanggup mengerjakan pekerjaannya dengan baik hari ini.
Di sela-sela bekerja, berkali-kali ia melihat pemberitahuan di hanphone-nya. Ia menunggu bbm dari Farah. Ia menunggu jawaban atas apa yang Farah utarakan semalam. Ia berharap Farah membawa kabar gembira dengan memilihnya dan mau menunggu.
Harap-harap cemas tak henti-henti meranggaskan hatinya. Dia bukan laki-laki egois yang selalu memaksakan kehendak, melainkan sosok penyabar yang selalu mampu bertahan meski berkali-kali disakiti oleh orang yang ia sayangi. Terlihat bodoh, tapi itulah Farel dengan segala ketulusannya.
Farel bukan tergolong pria tidak laku yang mengharap dipilih oleh wanita pujaannya. Begitu banyak wanita yang ingin mendampinginya, tapi untuk saat ini cintanya masih menatap ke satu arah dan berdiam untuk waktu yang lama. Entah sampai kapan, mungkin sampai cintanya benar-benar membunuh dan membuangnya percuma.
***   
Senja mulai menampakkan rona merahnya, Farel semakin tidak sabar menunggu jawaban dari Farah. Lalu dengan cepat, di pintu keluar kantor ia mengambil handphone-nya dan mencoba mengirim pesan ke bbm ke Farah.
Farel: Hasil akhir?
Pesannya begitu singkat dan padat. Cukup lama Farel menunggu balasan dari Farah. Logo pesan yang ia kirim masih berlambang D berwarna biru, pesannya belum dibaca oleh Farah.
Farel semakin cemas, ia bertanya-tanya dalam hati sekaligus mempersiapkan dirinya untuk jawaban yang tidak ia harapkan.
Pelan ia melanjutkan langkahnya ke tempat parkir motor sambil terus mengutak-atik hapenya tanpa tau apa yang ingin ia cari. Yang ada dibenaknya, ia hanya ingin cepat mendapatkan jawaban dari Farah, sekali pun itu menyakitkan.
Langit senja yang tadinya cerah kemudian mendung menambah suasa hati Farel makin berkecamuk. Ia hanya mampu memendamnya dalam hati. Sendiri.
Tak lama kemudian, yang ditunggu-tunggu pun datang, bbm dari Farah. Dengan detak jantung yang berdegup semakin kencang Farel mencoba menguatkan diri membuka pesannya.
Farah: Farel, Sandi dan keluarganya datang pagi tadi, aku benar-benar tidak tahu. Sandi langsung ngomong ke papa. Semua sudah diurus. Aku akan menikah minggu depan, Farel. Farel maaf!
Langit seakan runtuh, Farel tidak tahu harus menjawab apa pesan dari Farah. Setelah ia mencoba membuka hatinya kembali untuk Farah, lagi-lagi Farah mempermainkan perasaannya untuk yang kesekian kali.
Farel melangkah lesu, ternyata dugaannya benar, bahwa selama ini Farah orang yang begitu ia sayangi hanya mempermainkannya. Farah tidak benar-benar mencintai Farel sebagaimana Farel mencintai Farah.
Farah: Farel maafin aku!
Farel: Iya… 
 
 

5 comments:

  1. Holaaa, Kak Fikry aku mau koreksi ya... :D
    *abaikan yang keliru, oke?*
    1. Dua paragraf awal cukum manis
    2. Paragraf 3 & 4 lumayan 'ngundang' penasaran
    3. Nah... Aku kurang enak baca potongan kalimat ini ~> "sedang menuju menghampirinya". Serasa rancu, kalau diganti kata lain mungkin lebih oke. XD
    4. Penjelasan Farah yang sampe 6 paragraf itu ... aku agak bosen bacanya. :| Coba deh diselipi deskripsi apaaa gitu biar narasinya gak kerasa datar, hehe
    5. Imbuhan 'di' + 'ke' ada beberapa yang kurang pas. Misal, harusnya: "di mana, di antara, di benakku, ke sekian"
    6. Masalah feel ... entah aku yang susah ngerasain (?) atau emang kurang dapet nih, huhu
    Apa lagi ya? Ng ... udah ah, itu juga udah panjang, haha
    Oke oke oke, maaf banget buat segala kesotoyanku. Sekali lagi, jangan acuhkan komenku yang salah, ya?! Akhir kata ... *berasa lagi pidato* Semangat terus buat nulis, Kak Fikry! :))

    ReplyDelete
  2. Hallo mahasiswa Yaman.
    Aku nggak komen banyak ya, karena sebagian besar sudah disampaikan Gi dan Rofie.
    Aku sedikit ngerasain si Farah jahat, harusnya bisa didramatisir lagi.

    Itu dialog Farah kepanjangan.
    Mendingan dikasih jeda. Misal
    "Blablablabla,
    (Satu paragraf, ganti baris)
    Blablabla."

    Itu saja ya...
    Break a leg

    ReplyDelete
  3. hehe... iya nii... diperbaiki lagi deh...... makasi bgt yaa Gi n mbak eka koreksiannya.... seneng bgt bisa kumpul bareng penulis2 keren kayak kalian.... jadi dpt banyak bgt pelajaran... ^_^

    ReplyDelete
  4. halo kakfik. umm, maaf sekali ya komentarnya telat (........) (sungkem)

    jadi hngg karena eyd udah dikritisi di atas-atas, aku mulai dari komentar soal plot aja. keseluruhannya, umm, menurutku kurang kegali. masih bisa didalamin lagi padahal, masih bisa dikembangin lagi plotnya. kesannya jadi terburu-buru gitu, di bagian akhir. padahal pembukanya udah lumayan bagus menurutku. kan sayang ._____.)

    dan soal karakternya, karakter farah kurang kegali. maksudnya kurang kelihatan gitu, ciri khasnya gimana. dan karakter farel, menurutku terlalu gimanaa gitu untuk ukuran cowok. tahu sih itu manusiawi kalo ngerasa sedih dan kakfik juga penulisnya, yang paling tahu lah gimana karakterisasi tokoh-tokohnya. but imho, a man has his own pride dan mereka lebih logis ketimbang cewek. dan penggambarannya di farel gak begitu kelihatan, malah kesannya gimanaa gitu padahal dia cowok. oke, ini pendapat pribadi emang dan menyangkut masalah selera (.....) dan maafkan aku kalo aku kelewat sotoy huhu ;__________;

    terus soal kepenulisan. umm kakfik kalo misalnya penulisan chat bbm ada bagusnya dikasih jeda beberapa spasi terus dikasih pembeda (italic/font/box/apapun). soalnya aku sempet ketuker tadi, kukira itu dialog lisan (........) sama perkataannya farah yang panjang banget itu, kalau bisa diselingin deskrip sesekali. aku malah ngebayangin farah ngomongnya kayak nge-rap soalnya kesannya kayak gak ada jeda (.......) terus kalo panjang gitu kesannya jadi--kurang alami ._____.

    umm, itu aja ya kakfik. maaf kalo kurang berkenan. maaf kalo kelewat sotoy ;____________; keep writing, semangat yo semangat (9 ' ')9

    ReplyDelete
  5. makasi banyak Icha komentarnya...... seneng bgt dikomentarin.... in syaa Allah jadi bahan perbaikan.... ^_^

    ReplyDelete