Thursday, July 11, 2013

Belajarlah Dari Mereka



Bermain dengan anak kecil merupakan hiburan yang rasanya sungguh berbeda dengan hiburan lainya seperti menonton tv atau bermain video game. Karena bermain dengan mereka bisa membuat kita meninggalkan sejenak kepenatan yang ada di kepala lalu melupakan masa dimana kita berpijak dan pergi jauh kembali ke masa kecil. Mungkin itu salah satu alasan mengapa orang menikah, kepingin cepat punya anak.
Gue punya banyak ponakan, tapi cuma tiga kurcaci yang deket sama gue. Mereka adalah Chika, Salma, dan Davina, kesemuanya adalah anak dari kakak sepupu gue Lia.
Selain mengajak mereka bermain gue juga seneng mengajak mereka ngobrol. Karena menurut gue tingkah laku dan perkataan anak kecil itu polos dan jujur. Mereka berlaku dan berkata apa adanya. Berbeda ketika kita berbicara dengan orang sebaya kita ataupun orang yang lebih dewasa. Pastinya kebohongan yang disembunyikan akan lebih banyak dari pada kejujuran yang diutarakan.
Chika. Dia anak paling besar dari tiga bersaudara tersebut. Gue menyebut mereka ‘kurcaci’, karena sewaktu gue dan adik gue kecil, juga di panggil seperti itu oleh nyokapnya dan sepupu-sepupu gue yang lainya. Dan menurut gue itu pas-pas aja. Karena menurut pengamatan gue, orang-orang sekarang sering membuat penamaan yang aneh-aneh dan gak pas. Seperti ada grup penyanyi dangdut, terdiri dari tiga orang wanita, tapi mereka memberi nama grup mereka ‘trio macan’. Menurut gue hal itu  sama dengan pelecehan nama baik macan. Karena kehadiran mereka sudah merubah perspektif gue tentang macan yang tadinya sangar menjadi unyu, seksi dan menggemaskan.
Waktu begitu cepat berjalan, Chika sekarang sudah duduk di sekolah dasar. Padahal dua tahun yang lalu waktu gue lagi di rumah, dia baru merayakan ulang tahunya yang ke lima. Tapi walaupun ketika itu ia masih berumur lima tahun, badanya yang bongsor tidak kalah besar dengan anak SD kelas tiga.
Chika sangat suka sekali bercerita, mulai dari cerita teman-temanya di TK, cerita pembantunya yang galak sampai cerita film-film kartun yang dia tonton, seperti Shaun sheep, Dora, Sponge Bob dan kartun-kartun lainya. Untuk gadis cilik seusianya, bisa dibilang ia cukup cerdas, gampang bergaul, dan pandai berimajinasi.
Di suatu pagi, seperti kebiasaan anak kecil pada umumnya, bangun tidur dengan hanya mengenakan singlet dan celana dalam, rambut acak-acakan, lalu berjalan-jalan di dalam rumah sambil menunggu nyokapnya menyiapkan air mandi untuknya. Entah apa yang dikerjakan yang jelas itu sudah merupakan rutinitas.
‘Kaka, ayo mandi air hangatnya udah siap!’ kata nyokapnya setengah stress, karena disamping ia harus siap-siap ke kantor, kewajiban mengurus anak tetap nomer satu dan tidak bisa ditinggalkan.
‘Ssshhht, aku lagi sibuk ma’, sembari tangan kirinya memegang kardus susu instan, dan jemari tangan kananya mengusap-usap permukaanya.
‘Kamu lagi ngapain sih ka?’ Tanya nyokapnya lagi.
‘Biasa lah ma, ini lho, Samsung tablet’.
‘Hahaha… Samsung tablet! Sudahlah nak mainanya mama mau ngantor nih, kamu kan juga harus sekolah!’
Dengan langkah malas Chika pun pergi mandi menuruti mamanya, ‘sekolah lagi-sekolah lagi, capek aku ma…’.
Kasihan kamu nak, padahal baru TK sudah merasakan capeknya sekolah. Padahal sampai nanti kita tua, arti sekolah yaitu belajar tidak akan pernah usai sampai kita benar-benar menutup mata dan tak akan membukanya lagi.
Selain terhibur, dari si kecil Chika gue juga dapet banyak pelajaran hidup yang kadang orang dewasa tidak pernah menyadarinya.
Pernah waktu chatting sama nyokapnya di whats app, nyokapnya cerita ke gue kalau Chika semalem abis mimpi indah, ‘ma, aku semalem aku mimpi indaaah banget’.
‘Kamu mimpi apa ka?’ Tanya nyokapnya. ‘Aku mimpi ketemu om Fiki’. Dalem hati gue. Wow, sebegitu sepesialnyakah gue? Jadi buat lo semua yang ingin bahagia, berdoalah, malalm ini lo mimpi ketemu gue. 
Tapi bukan di situ intinya. Dari omongan Chika, gue mengambil pelajaran, hanya dengan adanya orang-orang yang kita sayangi di sekitar kita itu sudah cukup membuat kita bahagia. Sebegitu sederhananya arti kebahagiaan menurut Chika, dan harus kita renungi, itulah hakikat kebahagiaan sebenarnya.
Definisi kebahagiaan menjadi rumit ketika manusia beranjak dewasa, dimana hati dan fikiran manusia sudah tercemar oleh hal-hal yang merusak pola pikir dan prilaku manusia.
Standar kebahagiaan menjadi berubah tergantung kepada pencapaian materi, kekuasaan dan kedudukan di mata orang lain. Maka tidak heran kalau sekarang sering kita temui orang-orang perang saudara hanya karena harta. Mereka rela melupakan ini kakak ini adik demi materi yang umurnya sebatas sepiring nasi yang dimakan lalu habis.
Gak sabar rasanya kepingin cepat selesai kuliah, lalu kembali berkumpul bersama keluarga besar gue tercinta.
Belum lama ini, gue dapet kabar dari nyokapnya via chatting di facebook, kalau Chika sudah mengang Android sendri. Sebenernya bukan punya dia, tapi punya bokapnya. Berhubung bokapnya malas menggunakanya dan kurang begitu faham, jatuhlah Android itu ketanganya. Untung dia ga follow gue di twitter, bisa-bisa tweet gue yang aneh-aneh jadi bahan omonganya dan teman-temanya di SD.
***
Satu tingkat di bawah Chika ada adiknya, namanya Salma. Diantara kedua saudara kandungnya kulit Salma agak sedikit lebih kecoklatan. Makanya dia sering jadi bahan ledekan gue. Dan setiap abis gue ledekin dia ngambek dan langsung ga mood main. Kalau udah gitu, gue milih kabur dan baru balik lagi kalau dia udah hilang ngambeknya.
Salma paling suka makan Zuppa soup yang di jual di Pizza Hut, setiap kali ke Pizza Hut, dia bisa menghabiskan 3 mangkuk Zuppa  Soup. Jatah dia, jatah kakaknya dan jatah adiknya. Karena biasanya Chika kakaknya dan Davina adiknya hanya memakan rotinya saja yang menutupi permukaan mangkuk. Selebihnya Salma yang menghabiskan.
Lucunya setiap kali ingin menghabiskan jatah kedua saudaranya dia tidak lupa meminta izin terlebih dahulu, ‘kakak supnya aku abisiin yaa’.
‘Iya…’ kata Chika. Berbeda ketika ia mau menghabiskan jatah adiknya Davina, ‘ih… Davin ko supnya ga diabisiin sih…’ Trus dia mengadu ke nyokapnya, ‘tuh ma, Davin supnya ga diabisin!’
‘Salma mau?’ kata nyokapnya. ‘Abisin deh nak, boleh ko’. Sambil senyum-senyum mangkuknya Davina ia ambil lalu makan kembali dengan tenangnya.
Salma juga tidak kalah cerdas dari kakaknya, sama-sama pintar ngomong dan suka bercerita. Tapi gue rasa ceritanya agak sedikit absurd dibanding kakaknya. Mungkin karena umurnya yang masih terlalu dini untuk membuat cerita yang nyambung.
Pernah suatu ketika pas gue lagi nonton tv, tiba-tiba dia langsung loncat ke pangkuan gue dengan tangan dan mulutnya yang berlumuran coklat. Lalu dia berkata, ‘Om…, om Fiki kenal Agus ga?’
Dalem hati gue, ‘Agus siapa yaa? temen SD, temen pondok, atau temen dimana ya? Dan ko si Salma bisa kenal?’ Karena sangat mungkin nyokap atau bokapnya mempekerjakan tukang kebun atau pembantu lalu dia mengaku teman gue, ‘Kenalin dek Salma, saya Agus temanya om Fiki, omnya dek Salma’.
‘Ga tau’, jawab gue singkat.
‘Yaaah… payaaah… om Fiki ga kenal Agus!’, waduh, gue dibilang payah sama anak umur empat tahun.
 Otak gue langsung bekerja dua kali lebih keras. Gue coba memutar memori, jangan-jangan Agus yang dimaksud oleh Salma, bukan sekedar teman tapi ia adalah tokoh sejarah, pahlawan revolusi, H. Agus Salim atau siapalah yang menurut gue, kalau gue sampai gak bisa jawab pangkat gue sebagai mahasiswa bisa dicopot oleh Salma gadis kecil berumur 4 tahun dan belom sekolah. Mengingat zaman sudah terlalu maju, maka anak kecil bisa saja mengetahui sesuatu yang tidak diketahui orang dewasa.
Akhirnya, karena merasa putus asa, gue mengaku kalah dan gue jawab, ‘udah Sal, om Fiki ga tau, Agus yang mana sih?’
‘Yaaah… payah…’ sembari tanganya yang bersandar di paha gue memainkan jari-jari mungilnya, lalu ia melanjutkan perkataanya pelan-pelan, supaya gue fokus dan ga salah dengar. ‘Agus itu…, tukang sate deket lumah aku. Dia itu… Pacalnya mbak aku yang dulu. Om Fiki kenal ga sama mbak aku yang dulu…?’
Oh God…! Mungkin si Salma beranggapan Agus ini pahlawan bersenjatakan kipas sate yang berusaha mendapatkan hati wanita pujaanya, yaitu mbaknya (baca: pembantu), sampai-sampai gue dibilang ‘payah’ gara-gara gak kenal sama Agus.
Ga cukup sampai di situ, gue juga harus kenal sama pembantunya yang dulu. Padahal tiga kurcaci ini sering banget gonta-ganti pembantu. Dan baru beberapa waktu yang lalu gue nganterin nyokapnya jemput dua pembantu baru yang akhirnya hanya bertahan beberapa minggu. 
Dan dari Salma gue juga dapet pelajaran berharga. Salma mengajarkan gue untuk adil berbagi kasih sayang diantara keluarga. Karena posisinya sebagai anak ke-dua dari tiga bersaudara, menuntut dia untuk bersikap lebih dewasa bahkan dari kakaknya sendiri. Dia harus bisa menghormati kakaknya sekaligus menyayangi adiknya. Terkadang ia harus dimarahi kakaknya karena berlaku agak kasar terhadap adiknya, terkadang pula ia harus membelai lembut adiknya ketika Chika memarahi Davina. Dan itu sudah ia lakukan.
***     
Davina, dia yang paling imut dan menggemaskan diantara saudaranya lantaran ia anak paling kecil. Bicaranya yang masih terbata-bata membuat kita senang mengajaknya berbicara walaupun entah apa yang dibicarakanya.
Dan sekarang Davina sudah tumbuh menjadi anak TK. Dari nyokapnya gue dapat cerita kalau dia sudah pandai ngomong. Kemarin dia sempat bertanya ke nyokapnya, ‘ma, om Fiki sekolahnya lama banget ma, om Fiki ga kangen ma sama aku? Nanti kalau om Fiki pulang aku udah gede banget ya ma’.
Perkataan sederhana dari mulut anak kecil, tapi kalau kita mau menyelami, akan banyak hikmah yang dapat kita ambil. Dari perkataan Davina gue jadi mikir, padahal gue ga pernah ngasih kado atau hadiah berharga apapun ke dia yang bisa membuat dia ingat sama gue. Dan yang gue lakukan cuma bermain dan bermain.
Itu artinya untuk mengungkapkan rasa sayang, kita tidak perlu berbuat sesuatu diluar kemampuan kita. Kita hanya perlu berbuat sejujur dan setulus mungkin sesuai kemampuan kita, maka orang di sekeliling kita akan menyayangi kita apa adanya tanpa kita meminta.
Masih banyak lagi hal-hal yang bisa kita ambil dari kehidupan ini. Dan gue sangat berterima kasih kepada ponakan-ponakan kecil gue yang secara gak langsung mengajarkan potongan-potongan arti kehidupan yang terkadang gue sendiri sulit untuk menerjemahkanya. 
Tidak dimana-mana yang namanya anak kecil, paling susah di suruh mandi. Tapi kalau sudah kena air, yang terjadi malah kebalikanya. Mereka akan berdiam lama-lama di dalamnya. Seandainya nyokapnya memberi izin mungkin mereka akan bertapa di dalam air.
Gue sama adik gue Fira, biasanya lempar-lemparan kalau sudah urusan memandikan tiga kurcaci ini. Hal itu terjadi ketika mereka sedang kekosongan pembantu dan nyokapnya belum pulang dari kantor.
‘Hayoo, siapa yang mau dimandiin om Fiki’, kata Fira dengan gayanya yang menirukan joki Dahsyat, seakan-akan dimandikan oleh gue itu adalah hadiah undian.
‘Aku’.
‘Aku’.
‘Aku’. Sorak mereka bertiga bersahutan.
‘Gak ah, gak mau, sama tante Fira aja yaa mandinya’, kata gue menghindar. Lagi pula siapa juga yang mau, baru bangun tidur siang, tiba-tiba langsung disodorkan tiga anak kecil untuk dimandikan.
‘Aaaahhh… ga mauu…, maunya sama om Fikiiiiii…!’ teriak mereka bareng. Gue juga ga tau siapa yang mengajari mereka bisa seperti itu. Tapi gue rasa Fira yang mengajarinya, karena di siang harinya dia yang menyuapkan mereka makan.
Untuk meringankan tugas gue lempar satu ke abang sepupu gue yang sedang asyik menikmati isapan rokoknya. ‘Yaudah…gini, Chika sama om Ade aja gimana, mau?’ 
‘Iya deh ga papa, aku sama om Ade aja’,
‘Iyaa…iyaa… ayo cepat buka bajunya’, untung abang sepupu gue perhatian.
‘Naah… Davina buka popoknya sama tante Fira yaa! om Fiki mandiin kakak Salma dulu’. Soalnya gue paling males tuh kalau kebagian jackpot  sewaktu ritual buka popok.
Sambil menuntun Salma ke tempat cuci baju - tempat favorit mereka untuk mandi - gue bilang ke Fira dengan sedikit ledekan, ‘Fai, bukain popoknya yaa, sekalian cebokin, nanti kalau udah, langsung aja bawa ke gue, biar ga pake lama’.
‘Huuuh, dasar! Mandiin sekalian bukain popoknya dong!’ kata Fira mencibir.
Mungkin itu dulu diantara banyak potongan-potongan kenangan indah bersama mereka yang bisa gue tuliskan dan gue ambil hikmahnya.
Kita baru akan merasakan indahnya berkumpul bersama, disaat nanti kita harus merasakan perpisahan. Selagi mereka ada, maka sayangilah!
 

1 comment:

  1. heh slompret masa nama someone special gue jadi tukang sate pacarnya pembokat coba?hahahaha paraaaaaahhh iiiiih. Jadi inget sm kponakan2 gue fik. Sylhana, Faiq, Rahma, Tasya, Azky sama Naja. Lucu2 smuaaaaa

    ReplyDelete