Tuesday, June 3, 2014

Dear Sagitarius (2)



Dear Sagitarius, maaf sebelumnya, lagi-lagi aku menyapamu dalam bisu. Aku sedang minikmati malamku yang hening sembari  mencipta bayangmu dalam semburat puing. Seketsa malam tanpa petir di langitku masih seperti biasanya tetap angkuh dan tersenyum kelam. Aku mencibirnya, karena larutnya tak seindah jilbab hitammu yang berhias lipatan senyum di wajah jelitamu.

Ia marah dan cemburu kepadaku, karena aku telah membanding-bandingkannya denganmu. Lalu sambil mengecup bibir gelas berisi teh Kenya bercampur daun mint ku tuturkan parasmu kepadanya. Aku bilang aku tidak membanding-bandingkannya denganmu, tetapi tadi tanpa sengaja anganku menejelma bayangmu di sisi gulitanya. Ia pun paham dan mengerti akan ku yang sedang terbentur rindu Romeo di benakku untukmu.

Sekilas ucapanku  terlihat ambigu. Menanti turunnya hujan di teriknya kemarau padang pasir Sahara adalah sama saja mengejar cahaya bintang di langit mendung. Tapi aku tetap berharap, sekalipun harapan itu adalah tetesan embun di sore hari, ia lebih pantas menjadi mimpi dari pada puisi angin yang terdengar bersajak untukku lalu pergi bersama debur dan menjadi bukan milikku lagi.    

Andai saja waktu dan jarak bisa lebih berbaik hati kepadaku, ingin rasanya aku berkompromi dengan mereka agar meringankan masanya sejenak untukku. Meski waktuku akan menjadi lebih singkat, paling tidak aku bisa lebih cepat menemuimu, menggandeng tanganmu, dan melakukan hal-hal terindah dalam lamunanku bersamamu.

      

No comments:

Post a Comment