Wednesday, June 11, 2014

Lirik Luruh Anyaman Pasir



Reruntuhan atap belum sepenuhnya hancur meski embusan angin kemarau meracau hentak. Tepian demi tepian kujalani dalam isak lirih senja yang menangis disambut kelam. Ia tak seharusnya bertabuh risau, karena janji purnama terhadap srigala hitam tetaplah sumpah sang Esa kepada hamba-Nya yang merajut gema. Tepat. Pasti. 

Aku termenung, membiarkan mataku berkelana dengan liriknya yang angkuh menatap debur ombak menerpa karang. Ia mengajakku serta jiwaku menghujam sebilah belati di jantung Nirmala si pelantun rindu. Aku terdiam, dan aku bilang padanya, diam! Aku tak ingin diriku hanyut dalam rona magis kutukan pasir. Aku lebih memilih mematung raga, menepis busur rayuan dalam kaku dari pada ikut terbang lalu terjatuh melebur palsu. Itu tidak adil. 

Syukurlah, mentari pagi ini sedikit lebih memanjakanku dengan belaian sinarnya setelah malamku perih dirasuk nada sumbang pembunuh misteri. Aku menemukan secercah harapan yang terbungkus rapi di sebuah gundukan. Ya, gundukan putih bertarbur bintik menyimpul cita. Ia beralur cokelat berlapis jingga. Beralaskan hampa disulut irama. Sederhana tapi menggoda. Aku terhanyut. 

Cukup lama bagiku untuk memahami sandinya. Menghitung kumpulan bilangan yang semuanya ganjil memang tidak menyenangkan. Tetapi semakin kuruntut, rotasinya yang teratur, membuatku  mengerti bahwa persamaan tidak selalu muncul dari balik awan. Ia ada, lurus, berbelok, lalu berbalik, membentuk sebuah keserasian sajak yang di racik apik. Sebuah bisikan yang selalu kunantikan berdesir lentik.  Anyaman pasir.      

No comments:

Post a Comment