Monday, June 2, 2014

Mati Lampu



Yap, lagi-lagi sebuah keadaan dimana asupan listrik yang kurang gizi dari Negara ini menguji kesabaran gue. Emang sih, udah hampir seminggu ini listrik berjalan normal, tanpa putus sama sekali, tapi sekalinya mati dia qodho’. Haddeeeeh.
Biasanya di saat musim panas kayak gini, Yaman sebuah Negara yang bisa dibilang kondisi politiknya antara hidup dan mati dikarenakan pemerintahan yang semerawut,  menggilir asupan listriknya sekitar 8 jam perhari, itu untuk kota tempat tinggal gue. Di kota lain ada yang listriknya hanya 3 jam perhari. Entah itu apa alasannya gue kurang tau pasti. Tapi dari omongan mulut yang menyebar, pemakaian listrik di musim panas yang tergolong meningkat mengharuskan Negara menggilir asupan lisrtrik untuk warganya. 
Bisa dibayangkan rasanya siang hari di sini tanpa listrik, dengan suhu normal musim panas yang rata-rata diatas angka 40 derajat, itu sudah cukup memberikan fasilitas sauna kaget di kamar sendiri. Makanya kalau keluar siang-siang gue ga berani lama2, takut jadi setengah mateng, yang ada sampe kamar gue di taburin bumbu kecap sama anak kamar.
Oya, semalem gue sempet dibuat ga bisa tidur juga oleh ulah beberapa temen gue yang heboh diskusi pilpres dalam keadaan mati lampu. Niat awal gue ikut ngumpul di ruang tengah asrama biar bisa ngadem sedikit, karena tidur di kamar lumayan gerah, tapi ternyata suasana ruang tengah lebih mirip mata Najwa spesial jeruk purut, yang dalam edisi spesial ini Najwanya gak dateng.
Mereka heboh membicarakan siapa yang lebih pantas menjadi presiden. Kalau pendapat gue sih simple, siapa yang paling enak dilihat itu yang pantas. Emang sih keliatannya kurang adil, karena salah satu capres yang ada beneran gak enak dilihat. Gue gak bisa bayangin kalau dia yang menang pilpres, pasti gue selama 5th kedepan bakalan malu-malu ngaku WNI hehe...  
Tapi gue gak asal ngomong dan gue bisa buktiin ko' bahwa dia bukan cuma tampangnya aja yang gak enak dilihat, prestasi, dedikasi, loyalitas, konsistensinya juga belum teruji.  Dan itu yang paling membuat gue ilfil setelah tampilannya.
Balik lagi ke Yaman, hehe... Gue sempat berfikir, ko bisa-bisanya ga ada perubahan sama sekali untuk ukuran sebuah Negara. Dari gue pertama kali menginjakkan kaki di bumi Hadhromaut tahun 2010 sampai detik ini, ya keadannya gitu-gitu aja. Kalaupun ada perubahan itu jalannya lambat banget kayak keong hamil yang baru tampil atraksi nginjek beling tapi gagal. 
Dan anehnya, keadaan Negara yang seperti ini bukan malah membuat warganya demo sana sini menuntut pemerintah, atau melakukan hal-hal ekstrim lainnya seperti yang sering kita temui di Negara kita. Ada yang menjahit bibir, mogok makan, mogok BAB, sunatan masal tiba-tiba dan hal-hal aneh lainnya yang membuat kita tercengang. Melainkan mereka terlihat tetap santai dan hidup pun masih bisa terus berajalan. Ga ada listrik. Yaudah. 
Tapi dengan segala kekurangan yang ada di dalamnya, gue bersyukur banget bisa dapat beasiswa untuk belajar di sini. Gue ga hanya dapat ilmu dari bangku kuliah, melainkan miliu masyarakat di sini juga berperan penting banget dalam mengajarkan arti hidup dan kehidupan ke gue. Khususnya masyarakat kota Tarim, di tempat gue tinggal.
Gue belajar bersabar dan mensykuri kekurangan, yang mana dari situ gue bisa ambil kesimpulan, bahwasannya kebahagiaan itu ga terbatas oleh keadaan. Kita ga harus kaya atau mendapatkan apa yg kita inginkan dulu untuk bahagia. Karena kebahagiaan adalah sebuah pilihan yang ditentukan oleh keinginan manusia itu sendiri,‘mau bahagia gak?’. Dengan begitu, kita bisa lebih sederhana untuk bahagia. 
Kebahagian hakikatnya timbul dari suasana hati yang bersandar kepada fikiran positif yang kita upayakan. Jadi apapun keadaannya jika fikiran kita tetap memacu untuk terus bahagia, hidup akan terasa lebih mudah. Karena bukan keadaan yang membuat kita bahagia, tapi kita yang membahagiakan diri bagaimanapun keadaanya. 
Gue juga belajar tentang keikhlasan di sini. Berbuat bukan hanya sebatas untuk kepentingan pribadi. Tapi mencoba lebih berarti untuk orang banyak. Lo pernah bayangin ga, Negara yang perkembangannya sangat terlambat tapi Universitas swastanya bisa memberi beasiswa ke 600 lebih mahasiswa Indonesia. Itu bukan hal yang mudah, apa lagi belum lama ini Universitas gue mengalami kendala keuangan gara-gara suntikan dana dari para donatur terhambat, yang mengakibatkan para dosen dan staff administrasi Universitas terlambat gajian 7 bulan lebih. Meski begitu, alhamdulillah, para dosen tetap semangat mengajar tanpa ada sedikitpun kewajiban mereka yang tertinggal.
Di tengah-tengah situasi kampus yang sedang genting karena kekurangan dana, rektor gue gak pesimis sedikitpun. Beliau yakin, Allah tidak akan menelantarkan hamba-Nya yang berjuang untuk agama-Nya. Banyak masukan dari berbagai pihak yg menyarankan untuk menarik bayaran dari mahasiswa, karena kondisi Universitas terlihat sudah tidak memungkinkan lagi untuk memberikan beasiswa. Tapi beliau bilang apa, “kita tidak akan menarik sepeserpun dari mereka. Saya tidak mau, nantinya mahasiswa saya mengamalkan ilmunya tidak ikhlas, karena merasa dulunya mereka telah mengeluarkan banyak saat menimba. Dan untuk tahun depan, kita akan menerima lebih banyak lagi mahasiswa Indonesia, bahkan kalau seluruh penduduk Indonesia ke sini untuk belajar, kita akan terima mereka. Karena Allah tidak akan mendatangkan mereka ke sini kecuali bersama dengan rezeki mereka masing-masing”.
Dari sekian banyak hal yang gue alami, gue jadi lebih mengahargai hidup ini dan mensyukuri bahwa apa yg gue miliki saat ini sudah lebih dari cukup. Selama badan sehat, tidur nyenyak, makan nikmat, dan ibadah lancar, itu sudah merupakan karunia yang gak ternilai yang entah gue bisa mempertanggungjawabkan itu semua apa enggak di hadapan-Nya. Sekarang yang jelas, sekecil apapun itu, kita harus berusaha mewujudkan perubahan yang lebih baik untuk diri kita sendiri.
Tidak pernah ada kata terlambat untuk berubah. Setiap harinya manusia harus merasa terlahir kembali dan terus berusaha lebih bermanfaat untuk sesamanya, Negaranya, dan agama-Nya.

4 comments:

  1. Untung aku hidupnya di indonesia :l

    ReplyDelete
    Replies
    1. heheh.. iya mas, paling enak di Indo deh, bener2 penggalan surga. Makasi mas dah mampir...

      Delete
  2. Udahlah, pokoknya mati lampu itu ngeselin. Lampu mati, wifi mati, utg rasa gamati. :(
    Hahahaha.

    ReplyDelete
    Replies
    1. hahaha..... setuju banget...... tapi kadang ada hikmahnya juga yang bisa diambil... Makasi yaa dah mampir...hehe, salam kenal..

      Delete