Yap, lagi-lagi sebuah
keadaan dimana asupan listrik yang kurang gizi dari Negara ini menguji
kesabaran gue. Emang sih, udah hampir seminggu ini listrik berjalan normal,
tanpa putus sama sekali, tapi sekalinya mati dia qodho’. Haddeeeeh.
Biasanya di saat musim
panas kayak gini, Yaman sebuah Negara yang bisa dibilang kondisi politiknya
antara hidup dan mati dikarenakan pemerintahan yang semerawut, menggilir asupan listriknya sekitar 8 jam
perhari, itu untuk kota tempat tinggal gue. Di kota lain ada yang listriknya
hanya 3 jam perhari. Entah itu apa alasannya gue kurang tau pasti. Tapi dari
omongan mulut yang menyebar, pemakaian listrik di musim panas yang tergolong
meningkat mengharuskan Negara menggilir asupan lisrtrik untuk warganya.
Bisa dibayangkan rasanya siang
hari di sini tanpa listrik, dengan suhu normal musim panas yang rata-rata
diatas angka 40 derajat, itu sudah cukup memberikan fasilitas sauna kaget di
kamar sendiri. Makanya kalau keluar siang-siang gue ga berani lama2, takut jadi
setengah mateng, yang ada sampe kamar gue di taburin bumbu kecap sama anak
kamar.
Oya, semalem gue sempet
dibuat ga bisa tidur juga oleh ulah beberapa temen gue yang heboh diskusi
pilpres dalam keadaan mati lampu. Niat awal gue ikut ngumpul di ruang tengah asrama
biar bisa ngadem sedikit, karena tidur di kamar lumayan gerah, tapi ternyata
suasana ruang tengah lebih mirip mata Najwa spesial jeruk purut, yang dalam
edisi spesial ini Najwanya gak dateng.
Mereka heboh membicarakan
siapa yang lebih pantas menjadi presiden. Kalau pendapat gue sih simple, siapa
yang paling enak dilihat itu yang pantas. Emang sih keliatannya kurang adil,
karena salah satu capres yang ada beneran gak enak dilihat. Gue gak bisa
bayangin kalau dia yang menang pilpres, pasti gue selama 5th kedepan bakalan
malu-malu ngaku WNI hehe...
Tapi gue gak asal ngomong
dan gue bisa buktiin ko' bahwa dia bukan cuma tampangnya aja yang gak enak
dilihat, prestasi, dedikasi, loyalitas, konsistensinya juga belum teruji. Dan itu yang paling membuat gue ilfil setelah
tampilannya.
Balik lagi ke Yaman,
hehe... Gue sempat berfikir, ko bisa-bisanya ga ada perubahan sama sekali untuk
ukuran sebuah Negara. Dari gue pertama kali menginjakkan kaki di bumi Hadhromaut
tahun 2010 sampai detik ini, ya keadannya gitu-gitu aja. Kalaupun ada perubahan
itu jalannya lambat banget kayak keong hamil yang baru tampil atraksi nginjek
beling tapi gagal.
Dan anehnya, keadaan
Negara yang seperti ini bukan malah membuat warganya demo sana sini menuntut
pemerintah, atau melakukan hal-hal ekstrim lainnya seperti yang sering kita
temui di Negara kita. Ada yang menjahit bibir, mogok makan, mogok BAB, sunatan
masal tiba-tiba dan hal-hal aneh lainnya yang membuat kita tercengang.
Melainkan mereka terlihat tetap santai dan hidup pun masih bisa terus
berajalan. Ga ada listrik. Yaudah.
Tapi dengan segala
kekurangan yang ada di dalamnya, gue bersyukur banget bisa dapat beasiswa untuk
belajar di sini. Gue ga hanya dapat ilmu dari bangku kuliah, melainkan miliu
masyarakat di sini juga berperan penting banget dalam mengajarkan arti hidup
dan kehidupan ke gue. Khususnya masyarakat kota Tarim, di tempat gue tinggal.
Gue belajar bersabar dan
mensykuri kekurangan, yang mana dari situ gue bisa ambil kesimpulan,
bahwasannya kebahagiaan itu ga terbatas oleh keadaan. Kita ga harus kaya atau
mendapatkan apa yg kita inginkan dulu untuk bahagia. Karena kebahagiaan adalah
sebuah pilihan yang ditentukan oleh keinginan manusia itu sendiri,‘mau bahagia
gak?’. Dengan begitu, kita bisa lebih sederhana untuk bahagia.
Kebahagian hakikatnya
timbul dari suasana hati yang bersandar kepada fikiran positif yang kita
upayakan. Jadi apapun keadaannya jika fikiran kita tetap memacu untuk terus
bahagia, hidup akan terasa lebih mudah. Karena bukan keadaan yang membuat kita
bahagia, tapi kita yang membahagiakan diri bagaimanapun keadaanya.
Gue juga belajar tentang
keikhlasan di sini. Berbuat bukan hanya sebatas untuk kepentingan pribadi. Tapi
mencoba lebih berarti untuk orang banyak. Lo pernah bayangin ga, Negara yang
perkembangannya sangat terlambat tapi Universitas swastanya bisa memberi
beasiswa ke 600 lebih mahasiswa Indonesia. Itu bukan hal yang mudah, apa lagi
belum lama ini Universitas gue mengalami kendala keuangan gara-gara suntikan
dana dari para donatur terhambat, yang mengakibatkan para dosen dan staff
administrasi Universitas terlambat gajian 7 bulan lebih. Meski begitu,
alhamdulillah, para dosen tetap semangat mengajar tanpa ada sedikitpun
kewajiban mereka yang tertinggal.
Di tengah-tengah situasi
kampus yang sedang genting karena kekurangan dana, rektor gue gak pesimis
sedikitpun. Beliau yakin, Allah tidak akan menelantarkan hamba-Nya yang
berjuang untuk agama-Nya. Banyak masukan dari berbagai pihak yg menyarankan
untuk menarik bayaran dari mahasiswa, karena kondisi Universitas terlihat sudah
tidak memungkinkan lagi untuk memberikan beasiswa. Tapi beliau bilang apa, “kita
tidak akan menarik sepeserpun dari mereka. Saya tidak mau, nantinya mahasiswa
saya mengamalkan ilmunya tidak ikhlas, karena merasa dulunya mereka telah
mengeluarkan banyak saat menimba. Dan untuk tahun depan, kita akan menerima
lebih banyak lagi mahasiswa Indonesia, bahkan kalau seluruh penduduk Indonesia
ke sini untuk belajar, kita akan terima mereka. Karena Allah tidak akan
mendatangkan mereka ke sini kecuali bersama dengan rezeki mereka masing-masing”.
Dari sekian banyak hal
yang gue alami, gue jadi lebih mengahargai hidup ini dan mensyukuri bahwa apa
yg gue miliki saat ini sudah lebih dari cukup. Selama badan sehat, tidur
nyenyak, makan nikmat, dan ibadah lancar, itu sudah merupakan karunia yang gak
ternilai yang entah gue bisa mempertanggungjawabkan itu semua apa enggak di
hadapan-Nya. Sekarang yang jelas, sekecil apapun itu, kita harus berusaha
mewujudkan perubahan yang lebih baik untuk diri kita sendiri.
Tidak pernah ada kata
terlambat untuk berubah. Setiap harinya manusia harus merasa terlahir kembali
dan terus berusaha lebih bermanfaat untuk sesamanya, Negaranya, dan agama-Nya.





Untung aku hidupnya di indonesia :l
ReplyDeleteheheh.. iya mas, paling enak di Indo deh, bener2 penggalan surga. Makasi mas dah mampir...
DeleteUdahlah, pokoknya mati lampu itu ngeselin. Lampu mati, wifi mati, utg rasa gamati. :(
ReplyDeleteHahahaha.
hahaha..... setuju banget...... tapi kadang ada hikmahnya juga yang bisa diambil... Makasi yaa dah mampir...hehe, salam kenal..
Delete