Friday, July 29, 2011

The Great Family

Sebuah keluarga besar yang rukun, saling menyayangi dan menghormati merupakan dambaan setiap manusia, apa lagi jika keluarga tersebut melukiskan kehidupan islami yang penuh cinta. Di dalamnya ada ayah yang bijaksana, ibu yang penuh kasih, adik yang selalu menghibur, kakak yang selalu memberi arahan, kakek nenek yang karismatik, serta paman, bibi, kakak ipar, menantu dan semua sanak keluarga yang selalu menjaga silaturahim antara satu dengan yang lainya. Sungguh betapa indahnya corak lukisan keluarga tersebut.

Walaupun di pagi hari masing-masing di sibukkan oleh urusan pribadi, baik yang mecari nafkah, bersekolah, atau mengurus pekerjaan rumah tangga, tapi ketika di malam hari adalah waktu untuk bercengkrama dan menebar senyum dan tawa di tengah-tengah hangatnya sebuah keluarga besar. Setiap kepala menceritakan satu hari yang penuh liku dan masalah, tapi ketika semua di lontarkan di tengah keluarga, seakan masalah dan masalah bukan menjadi masalah. Semua penat tercurah dan leleh dalam sekejap oleh kehangatan sentuhan kasih keluarga......

Aaahh........!!!
Seungguh indah membayangkan wujud sebuah keluarga yang seperti itu dalam sebuah khayalan.

Sebagai manusia yang di beri memori untuk berangan, rasanya sah-sah saja aku mendambakan sebuah keluarga besar yang demikian. Jangankan aku, orang yang tidak punya keluarga sekalipun sangat di perbolehkan untuk bermimpi mempunyai keluarga besar yang rukun dan akur.

Tapi sungguh di sayangkan, dan ingin rasanya hati ini terus merintih ketika harus berhadapan dengan realita kehidupan yang terjadi di sekeliling kita.

Ternyata lukisan keluarga yang terpampang di atas hanya bisa di wujudkan di dalam angan, dan sangat sulit untuk di bawa ke dunia nyata tempat di mana kita semua menghirup nafas.

Di zaman yang kita jalani sekarang keluarga sudah seperti bukan keluarga. Sudah terlalu banyak kakak yang tidak menganggap adiknya, ayah mengabaikan anaknya, paman mencerca ponakanya dan masih banyak lagi fenomena nyata tentang sebuah keluarga berantakan yang terjadi di sekeliling kita.

Mungkin saat kita mempunyai tubuh keluarga besar yang utuh, kita bisa bertanya-tanya "mengapa keluarga si A bisa tidak akur ya?" Atau pertanyaan lain yang bentuknya sama, "mengapa Paman si C tega menjebloskan ponakanya sendiri ke penjara?" Atau bahkan yang lebih dari itu, "ko bisa ya, Si M mendurhakai ibunya sendiri?", semua pertanyaan itu sangat sah untuk terlontar ketika keutuhan masih terjaga dalam keluarga kita. Tapi ketika suatu saat, hal yang sama atau sejenisnya terjadi kepada kita. Toh kita hanya bisa diam, dan baru menyadari, bahwa kehancuran sebuah keluarga bukan hanya milik si A, si C, atau si M, tapi yang demikian pun bisa kita miliki. Dan ketika itu kita baru akan benar-benar menyadari, bahwa manusia yang hidup di zaman ini sudah semakin dikit yang memiliki nurani dan akal sehat. Mereka lebih mengedepankan nafsu dan emosi sebagai solusi permasalahan. Dan sudah jelas, ketika nafsu dan emosi bebicara, bukan problem solving yang menjadi ending-nya, tapi masalah baru yang muncul akan lebih memperkeruh suasana.

Boleh manusia merasa dirinya benar. Tapi ketika kebenaran tidak datang dari nurani dan akal sehat, yang ada hanya egoisme dan usaha untuk menang, benar atau salah. Dengan alasan harga diri sang paman enggan meminta maaf ketika ia berbuat salah kepada ponakanya. Dengan alasan nama baik sang bapak menutupi kesalahan anaknya yang jelas salah, bahkan tidak sedikit bapak yang berani membenarkan kesalahan anaknya. Dan dengan berbagai alasan satu sama lain antara keluarga menutupi keboborokan hubungan kekeluargaanya tanpa adanya upaya menuju sebuah perbaikan.

Yaaah............!!! seperti inilah potret masyarakan kita. Di zaman sepertih ini tangan tak mampu berbuat banyak, mulut enggan berkata-kata, dan akhirnya hanya hati yang berani mengumbar isyarat bahwa itu SALAH. Lalu berakhir tanpa ada solusi untuk berubah menjadi baik.

Tiada lagi tempat untuk mengadu antara sesama, tiada lagi tempat untuk mendapat perlindungan agar aman. Dan tiada lagi tempat untuk sekedar meringangkan sedikit beban yang sudah sejak lama membebani pundak kehidupan.

Dan Sebagai hamba yang lemah, hanya kepada Allah lah tempat kita mengadu dan memohon pertolongan, agar kita semua di beri kekuatan untuk menjadi hamba yang tau diri dan tau malu. Lalu dengan begitu kita mampu utuk berbuat lebih baik, yang pastinya tidak hanya untuk kita, tapi juga untuk keluarga besar kita tercinta. Amin.

Sunday, July 3, 2011

Kisi-kisi 1

Ada sebuah kisah menakjubkan di balik sosok Hasan Al-Bashri salah satu sahabat Rosulullah SAW. Di ceritakan bahwasanya beliau selalu menangis tersedu-sedu selama 50 th setiap kali bermunajat kepada Rabb-Nya.
Lalu pada suatu ketika beliau ditanya,"mengapa engkau selalu menangis tersedu-sedu seperti itu?" lalu beliau menjawab, "aku telah melakukan sebuah dosa". Lalu ditanya kembali," dosa apa yang telah engkau lakukan sehingga membuatmu menangis tersedu-sedu selama 50 th..?" maka beliau pun bercerita.
"Jadi pada suatu hari, aku kedatangan seorang tamu, kemudian aku hendak menyuguhkan tamu itu sebuah makanan dari dalam rumahku. Tapi sayangnya makanan itu masih basah, dan rasanya kurang pantas jika aku menyuguhkanya dalam keadaan basah. Ketika aku hendak mengeringkan makanan tersebut, aku mengambil potongan tanah dari rumah tetanggaku untuk mengeringkan makanan tersebut. Dan perbuatan itulah yang membuatku menangis tersedu-sedu selama 50 th".
Kemudian beliau ditanya lagi," bukankah engkau bisa meminta maaf kepada tetanggamu, agar ia mau memaafkanmu dan mengikhlaskan sepotong tanah yang telah kau ambil dan dengan begitu akan membuat-mu lega?"
"Ya, aku sudah meminta maaf kepadanya, dan ia juga sudah memaafkanku serta mengikhlaskan sepotong tanah yang kuambil itu", jawabnya.
"Lalu apa yang membuatmu mengangis seperti itu?" beliau ditanya kembali.
Beliau pun menjawab," aku takut, ketika aku nanti berhadapan dengan Rabb-ku yang telah meciptakanku, lalu Rabb-ku bertanya kepadaku, wahai hamba-ku, dimana kau taruh pengelihatanku atas mu, ketika kau ulurkan tangan-mu mengambil sesuatu yang bukan hak-mu. Dan setiap kali aku membayangkan hal itu, aku selalu menangis tersedu-sedu".

Wahai aku yang selalu lalai dan selalu lupa........
Tidakkah cukup kisah tersebuk kau jadikan pelajaran. Sudah siapkah engkau menghadapi hari ketika kau harus mempertanggungjawabkan semua perbuatanmu di dunia......
Robbi ighfirlii wa tub 'alayya..........