Monday, January 30, 2017

Keluarga Harmonis


Keluarga harmonis menurut pandangan gue tidak jauh berbeda dengan pandangan orang pada umumnya. Keluarga harmonis yang ada di bayangan gue yaitu sebuah keluarga yang rukun, saling mendukung dan saling mencintai, sebagaimana yang sering kita dengar dalam ucapan selamat atas pernikahan seseorang, sakinah, mawaddah, wa rohmah.
Gue rasa semua orang sepakat, bahwasannya keluarga yang demikian adalah impian mereka juga. Impian yang mereka kejar dan untuk mendapatkannya mereka rela mengorbankan waktu, pikiran dan perasaan untuk mewujudkan itu semua. Namun pada realita yang kita sering amati, tidak sedikit dari sebuah keluarga yang berujung tidak harmonis. Mengapa? Simak penjelasan gue yang gak penting ini… hehe…
Pada dasarnya, manusia diciptakan satu paket dengan egonya masing – masing. Setiap orang yang terlahir ke dunia, sudah Allah takdirkan untuk mempunyai berbagai macam rasa yang ingin dicapai oleh nafsunya. Sudah menjadi fitrah, manusia terlahir ingin merasakan disayangi, diperhatikan, dianggap, dikasihi, dan rasa – rasa lainnya yang semua orang pasti juga ingin mendapatkannya. Tapi Allah Maha adil, untuk mengatur semua rasa yang dimiliki manusia yang bersumber dari nafsunya, agar satu sama lain tidak bertentangan, Allah mensyariatkan sebuah hukum fundamental bagi setiap manusia yang tercipta, yaitu hak dan kewajiban.
Misal, ketika seorang lelaki meminang seorang wanita untuk menjadi istrinya, maka ketika itu pula hak dan kewajiban diantara keduanya itu melekat satu sama lain, tidak ada yang lebih tinggi antara hak atau kewajiban seorang suami terhadap istri, begitu pula sebaliknya. Suami mempunyai hak dan kewajiban terhadap istri, istri juga punya hak dan kewajiban terhadap suami. Agar perjalanan mereka harmonis, baik suami atau istri harus saling menghormati antara hak dan kewajiban mereka masing – masing
Ketika terlahir seorang anak ke dunia juga demikian, dengan terlahirnya seorang anak maka melekatlah hak dan kewajiban antara orang tua terhadap anaknya dan begitu pula sebaliknya.
Tapi sayang, terkadang kita sebagai manusia lalai akan nafsu dan ego kita sendiri. Kita sering kali merasa angkuh, bahkan terhadap keluarga kita sendiri. Tidak sedikit seorang suami yang menganggap haknya lebih tinggi dibanding istrinya karena merasa ia telah memenuhi semua kewajibannya. Tidak sedikit pula, seorang istri yang menuntut haknya di depan suaminya karena merasa semua kewajiban terhadap suaminya sudah tuntas.
Tidak sedikit pula orang tua yang merasa haknya lebih tinggi dari pada anaknya, lantaran ia merasa sudah memenuhi semua kewajiban terhadap anaknya, dan tidak sedikit pula anak yang menuntut orang tuanya dengan berbagai macam tuntutan dikarenakan merasa kewajibannya terhadap orang tuanya sudah ia penuhi.
Jika sudah seperti ini, maka yang akan timbul selanjutnya adalah tuntutan – tuntutan tanpa akhir atas hak – hak yang merasa kewajibannya sudah terpenuhi, “aku sudah turuti semua maumu, harusnya kamu sekarang yang mengikuti mauku.
Kamu ini anak tidak tahu diuntung, harusnya kamu bersyukur papa mamamu masih bisa menyekolahkanmu setinggi ini.
Aku sudah turuti semua kemauan papa mama, masuk sekolah unggulan, lulus SMPTN, masa sekarang ketika memilih pasangan harus papa mama juga yang menentukan?” Dan masih banyak lagi ungkapan – ungkapan pertengkaran dalam sebuah keluarga yang kebanyakan semuanya adalah tuntuan atas hak yang belum terpenuni.
Keluarga harmonis tidak seperti itu, keluarga harmonis menjalankan kekeluargaan mereka dengan rasa cinta. Bukan atas dasar hak dan kewajiban semata. Seorang ayah bekerja keras banting tulang karena ia cinta kepada anak dan istrinya. Seorang anak giat dan rajin belajar hingga berprestasi karena ia sayang dan cinta kepada orang tuanya. Semua yang dilakukan atas dasar cinta.
Dengan cinta hubungan timbal balik akan berjalan mulus. Orang tua yang cinta kepada anaknya, akan bersyukur dengan segala kekurangan anaknya, mendukung pilihan – pilihannya, serta memberikan segala yang terbaik untuk anaknya tanpa anak harus meminta.
Anak yang cinta kepada orang tuanya, suami yang cinta kepada istrinya, istri yang cinta kepada suaminya, semua berjalan demikian. Tidak ada yang berat untuk dilakukan, dijalani, dan dihadapi selama landasan mereka cinta dan kasih sayang.
Cinta akan membuat seseorang bersyukur atas segala keterbatasan, kekurangan, bahkan kekhilafan pasangannya. Cinta akan membuat orang tua bersyukur atas hadirnya seorang anak dalam kehidupannya, sekalipun ia hadir tidak sempurna.
Salahnya persepsi kebanyakan orang yang menjadikan hubungan keluarga mereka hanya sebatas hak dan kewajiban yang terpenuhi adalah, karena mereka hanya terfokus kepada hal tersebut, tapi lupa bagaimana menanamkan rasa cinta diantara mereka.
Cinta tidak datang secara otomatis, tapi melalui interaksi, dan pengorbanan – pengorbanan hati. Untuk bisa mengajarkan rasa cinta, yaitu dengan mencintai. Dengan begitu, hubungan harmonispun bisa tercipta.
Mungkin itu opini gue, buat yang punya pendapat lain, bisa diskusi di sini yaa… thx for visiting my blog.

Friday, January 27, 2017

Memulai Kembali



Entah dari mana aku harus memulai cerita ini. Rasanya sudah banyak sekali fase – fase yang terlewat tanpa goresan tangan yang membuatnya abadi. Namun sebelum Januari 2017 ini berakhir, apapun yang telah terjadi, aku ingin memulainya kembali dengan rasa syukur yang mendalam atas segalanya yang telah Ia anugerahkan kepadaku. Begitu sempurna semuanya Ia uraikan dalam detik, menit bahkan hari yang aku jalani. Semua alur yang dibuat sangat indah dalam balutan suka dan duka. Yaa, mungkin selama ini aku lupa akan  karunia-Nya. Aku terbuai dalam hiasan tanpa sadar akan hakikat.
17 September 2016. Sudah empat bulan lebih aku menjalani satu fase berbeda dalam kehidupan, dimana aku menjalaninya dengan seorang hawa. Hawa yang Ia titipkan kepadaku untuk aku selalu menjaganya, menyayanginya dan mengasihinya. Dan yang lebih indah dari itu, ia sedang menjaga benih atas kesepakatan cinta kita karena Allah. Benih yang akan menjadikan sepasang insan bergelar Ayah dan Ibu. Alhamdulillah.
Berkaca pada perjalanan waktu, hari demi hari aku merasakan, setiap sang surya terbit dari ufuk timur hakikatnya manusia adalah kertas putih yang siap digores dengan untaian sejarah. Pagi demi pagi, selama jantung masih berdetak adalah kesempatan yang diberikan oleh-Nya untuk manusia tersebut menjadikan dirinya ia, dia, atau mereka. Manusia punya kesempatan yang sama untuk merubah masa lalu dan masa depannya, yang semua itu dimulai saat ia terjaga di pagi hari.
Kadang manusia seperti aku sering terlupa akan hikmah – hikmah yang selalu datang tanpa ada renungan. Menjadi angkuh atas pencapaian, terpuruk atas kegagalan, bahkan terjerembab dalam nista dan kepalsuan, semua merupakan pilihan – pilihan yang semua manusia punya kesempatan yang sama dalam menentukannya.
4 bulan 2 minggu, usia kandungan istriku sekarang. Adalah keagungan-Nya yang telah menciptakan cinta kasih diantara kami. Kadang aku berfikir akan apa sebenarnya yang dapat menyatukan kita. Ibarat dua alam, kami datang dari dua dunia yang sama sekali berbeda yang atas kuasa-Nya, pertemuan dan persatuan itu terwujud. Aneh, tapi indah. Semua yang terjadi sangat sulit untuk direfleksikan dengan kata – kata. Saat memori otak mulai merekam, semua file yang ada terbungkam dalam pesona keindahan sebuah penciptaan yang Maha sempurna.
Aku tidak ingin banyak berkata – kata di akhir permulaan ini. Hanya rasa syukur dan pesan akan sabar yang ingin kuungkap. Aku masih merasa bermimpi dalam nyata, waktu begitu cepat merangkai semuanya yang sebelumnya aku merasa ia berhenti. Apapun akhirnya, syukur atas perjalanan inilah yang harus aku jaga sampai berhenti.

With a lots of love, my lovely Sagitarius – Vera Rahmawati.