Keluarga harmonis menurut pandangan gue
tidak jauh berbeda dengan pandangan orang pada umumnya. Keluarga harmonis yang
ada di bayangan gue yaitu sebuah keluarga yang rukun, saling mendukung dan saling
mencintai, sebagaimana yang sering kita dengar dalam ucapan selamat atas
pernikahan seseorang, sakinah, mawaddah, wa rohmah.
Gue rasa semua orang sepakat, bahwasannya
keluarga yang demikian adalah impian mereka juga. Impian yang mereka kejar dan
untuk mendapatkannya mereka rela mengorbankan waktu, pikiran dan perasaan untuk
mewujudkan itu semua. Namun pada realita yang kita sering amati, tidak sedikit
dari sebuah keluarga yang berujung tidak harmonis. Mengapa? Simak penjelasan
gue yang gak penting ini… hehe…
Pada dasarnya, manusia diciptakan satu paket
dengan egonya masing – masing. Setiap orang yang terlahir ke dunia, sudah Allah
takdirkan untuk mempunyai berbagai macam rasa yang ingin dicapai oleh nafsunya.
Sudah menjadi fitrah, manusia terlahir ingin merasakan disayangi, diperhatikan,
dianggap, dikasihi, dan rasa – rasa lainnya yang semua orang pasti juga ingin
mendapatkannya. Tapi Allah Maha adil, untuk mengatur semua rasa yang dimiliki
manusia yang bersumber dari nafsunya, agar satu sama lain tidak bertentangan,
Allah mensyariatkan sebuah hukum fundamental bagi setiap manusia yang tercipta,
yaitu hak dan kewajiban.
Misal, ketika seorang lelaki meminang
seorang wanita untuk menjadi istrinya, maka ketika itu pula hak dan kewajiban
diantara keduanya itu melekat satu sama lain, tidak ada yang lebih tinggi
antara hak atau kewajiban seorang suami terhadap istri, begitu pula sebaliknya.
Suami mempunyai hak dan kewajiban terhadap istri, istri juga punya hak dan
kewajiban terhadap suami. Agar perjalanan mereka harmonis, baik suami atau
istri harus saling menghormati antara hak dan kewajiban mereka masing – masing
Ketika terlahir seorang anak ke dunia juga
demikian, dengan terlahirnya seorang anak maka melekatlah hak dan kewajiban
antara orang tua terhadap anaknya dan begitu pula sebaliknya.
Tapi sayang, terkadang kita sebagai manusia
lalai akan nafsu dan ego kita sendiri. Kita sering kali merasa angkuh, bahkan
terhadap keluarga kita sendiri. Tidak sedikit seorang suami yang menganggap
haknya lebih tinggi dibanding istrinya karena merasa ia telah memenuhi semua
kewajibannya. Tidak sedikit pula, seorang istri yang menuntut haknya di depan
suaminya karena merasa semua kewajiban terhadap suaminya sudah tuntas.
Tidak sedikit pula orang tua yang merasa
haknya lebih tinggi dari pada anaknya, lantaran ia merasa sudah memenuhi semua
kewajiban terhadap anaknya, dan tidak sedikit pula anak yang menuntut orang
tuanya dengan berbagai macam tuntutan dikarenakan merasa kewajibannya terhadap
orang tuanya sudah ia penuhi.
Jika sudah seperti ini, maka yang akan
timbul selanjutnya adalah tuntutan – tuntutan tanpa akhir atas hak – hak yang
merasa kewajibannya sudah terpenuhi, “aku sudah turuti semua maumu, harusnya
kamu sekarang yang mengikuti mauku.
Kamu ini anak tidak tahu diuntung, harusnya
kamu bersyukur papa mamamu masih bisa menyekolahkanmu setinggi ini.
Aku sudah turuti semua kemauan papa mama,
masuk sekolah unggulan, lulus SMPTN, masa sekarang ketika memilih pasangan
harus papa mama juga yang menentukan?” Dan masih banyak lagi ungkapan –
ungkapan pertengkaran dalam sebuah keluarga yang kebanyakan semuanya adalah
tuntuan atas hak yang belum terpenuni.
Keluarga harmonis tidak seperti itu, keluarga
harmonis menjalankan kekeluargaan mereka dengan rasa cinta. Bukan atas dasar
hak dan kewajiban semata. Seorang ayah bekerja keras banting tulang karena ia
cinta kepada anak dan istrinya. Seorang anak giat dan rajin belajar hingga
berprestasi karena ia sayang dan cinta kepada orang tuanya. Semua yang
dilakukan atas dasar cinta.
Dengan cinta hubungan timbal balik akan
berjalan mulus. Orang tua yang cinta kepada anaknya, akan bersyukur dengan
segala kekurangan anaknya, mendukung pilihan – pilihannya, serta memberikan
segala yang terbaik untuk anaknya tanpa anak harus meminta.
Anak yang cinta kepada orang tuanya, suami
yang cinta kepada istrinya, istri yang cinta kepada suaminya, semua berjalan
demikian. Tidak ada yang berat untuk dilakukan, dijalani, dan dihadapi selama
landasan mereka cinta dan kasih sayang.
Cinta akan membuat seseorang bersyukur atas
segala keterbatasan, kekurangan, bahkan kekhilafan pasangannya. Cinta akan
membuat orang tua bersyukur atas hadirnya seorang anak dalam kehidupannya,
sekalipun ia hadir tidak sempurna.
Salahnya persepsi kebanyakan orang yang
menjadikan hubungan keluarga mereka hanya sebatas hak dan kewajiban yang
terpenuhi adalah, karena mereka hanya terfokus kepada hal tersebut, tapi lupa
bagaimana menanamkan rasa cinta diantara mereka.
Cinta tidak datang secara otomatis, tapi
melalui interaksi, dan pengorbanan – pengorbanan hati. Untuk bisa mengajarkan
rasa cinta, yaitu dengan mencintai. Dengan begitu, hubungan harmonispun bisa
tercipta.
Mungkin itu opini gue, buat yang punya
pendapat lain, bisa diskusi di sini yaa… thx for visiting my blog.