Kali ini gue mau ngebahas tentang binatang-binatang yang
menurut gue aneh dan suka bikin kesel
bangsa manusia. Salah satu diantara mereka yaitu kepinding, alias kutu busuk,
alias tinggi, alias bangsat, dan mempunyai nama ilmiah dari bahasa latin cimicidae.
Lumayan banyak ya namanya.
Gw berasumsi, diantara banyak nama yang dia miliki, nama
aslinya cuma dua, bukan asli sih lebih tepatnya resmi, “kepinding dan cimicidae”.
Adapun nama-nama lainya semuanya nama samaran yang mana nama tersebut munculnya
akibat respon orang yang dia gigit.
“Aduh… bangsat, gatel banget apaan nih?” maka jadilah
namanya bangsat. Ada juga yang, “Ih… liat tuh! tadi abis mampir di leher, gw
langsung kegatelan”.
“Gelepok!”
“Euuhh! Bau banget! Wah ini sih kutu busuk”, lalu jadilah ia
kutu busuk. Tapi kalo “tinggi” gw sendiri kurang faham, kenapa bisa dinamakan
dengan nama tersebut, padahal ga ada korelasinya sama sekali antara wujudnya
dengan nama yang diberikan. Gw jadi curiga, jangan-jangan sebenernya nenek
moyangnya kepinding, itu termasuk golongan
jerapah atau tyrannosaurus. Dan ia menjadi kecil sekarang, itu karena
dahulunya nenek moyang mereka sok eksis ikut-ikutan program teori evolusi
Darwin. Salah gaul.
Tapi untuk mempermudah dalam mengenal kepinding lebih jauh,
lw harus faham dulu teori gw tentang kepinding. Jadi nanti, ketika lw
berkunjung ke Universitas gw, maka berkunjunglah ke Fakultas Ilmu Kepinding
(Fiking). Dan lo boleh sedikit berbangga, karena lo udah dapet teori gw
cuma-cuma dengan mengunjungi blog ini tanpa harus menjadi mahasiswa di
Universitas gw. Tapi entah kapan Universitas seperti itu akan terwujud. Mungkin
jadinya akan lebih mirip peternakan kepinding dari pada Universitas.
Oke langsung aja, perhatikan baik-baik! Karna gw ga akan
mengulangi teori ini lagi, “Digigit 1 nyamuk sama dengan digigit 10 kepinding.
Dan digigit 1 kepinding sama dengan digigit 10 semut bakot. Dengan kata lain
gigitan kepinding itu berada ditengah tengah garis sejajar antara gigitan
nyamuk dan gigitan semut bakot”. Jadi dengan teori yang gw jabarkan diatas,
ketika kepinding hinggap di salah satu dari bagian badan lo, lalu dia mengghisap
darah lo dengan ganasnya, lo udah ada bayangan tindakan apa yang harus lo
diambil. Sehingga apa yang lo lakukan bisa pas dan efektif.
Sampai di sini ada pertanyaan?
Oke, klo ga ada kita bisa lanjut. Lho, ko jadi berasa di
ruang kelas ya?? Bubar! Bubar!
Sengaja gw bandingkan antara ketiga binatang tersebut.
Karena belom lama, telah diketahui, bahwa mereka merupakan gabungan dari
sindikat serangga peminum darah manusia. Yang mana, hasil dari darah yang
mereka minum, tidak semuanya dialirkan ke tubuh mereka, melainkan sebagianya
mereka donasikan ke perusahaan Blood Bank Company, yang mana perusahaan
tersebut di pimpin langsung oleh Semut Bakot. Dan dari Blood Bank Company
darah-darah tersebut di jual kepada manusia. Lalu dari keuntungan perusahaan,
mereka bagi rata untuk kesejahteraan, bangsa nyamuk, kepinding dan semut bakot.
Makanya sampai saat ini mereka terus bisa hidup enak dan berkembang biak.
Sungguh terorganisir.
Jadi sejatinya semut bakot memang tidak meminum darah
manusia. Kalaupun dia menggigit, itu hanya wujud balas dendam kepada manusia
yang sudah membunuh relasi bisnisnya.
Gw jadi teringat pengalaman buruk gw bersama kepinding.
Ketika itu di suatu malam di musim dingin, gw tidur di kasur temen gw. Karena waktu itu
gw baru datang dari Indonesia, jadi belom dapat pembagian tempat yang baru di
asrama. Lalu di subuh harinya pas gw bangun, “astaga! Ini apaan bentol ko baris
dari ujung kaki sampe ujung paha”.
Awalnya gw ga curiga,
karna gw berfikir, mungkin ini efek yang ditimbulkan dari musim dingin, badan
jadi gatel karena kulit kering.
Keesokan harinya, hal yang sama pun terjadi. Di otak gw
langsung terbesit: “kampret!”. Ini pasti bukan gara-gara musim dingin. Karena
di malam harinya sebelum gw tidur, gw udah pake krim pelembab.
Akhirnya gw coba angkat kasur temen gw dan gw lihat ke bawah
kasur, “Yassaalaam!” ga taunya kepinding lagi pada bikin party. Lalu
dengan muka sok imut salah satu dari mereka ngeliat ke gw sambil bilang, “Halo boss!
Pagi! Makasi banyak yaa untuk malam yang indah”. Ooh God! Mendengar sapaan itu,
gw langsung bego seketika. Ekpresi muka gw ketika itu ga jauh beda sama
sosiolog yang belum lama ini di siram air di depan umum.
Akhirnya mulai hari itu gw putusin untuk pindah tempat.
Tapi untuk membasmi binatang ini, caranya gampang-gampang
susah. Menurut penelitian yang gw lakukan, yaitu dengan menangkap beberapa
kawanan binatang tersebut. Lalu gw taruh di wadah kecil bertutup, simpelnya gw
penjarakan. Setelah itu gw jemur. Dan dalam hitungan beberapa jam… Taraa!!
Ternyata berhasil, mereka akhirnya mengering dan siap untuk di sajikan bersama
menu buka puasa lainya.
Terus terang sampai saat ini gw masih mencari hikmah
penciptaan dari serangga yang satu ini, karena sejak gw kenalan sama om Harun
Yahya, yang sering menguak banyak hikmah penciptaan alam semesta dan seisinya
beliau belum pernah mengangkat kepinding untuk jadi artisnya.
***
Binatang lain yang menurut gw aneh, yaitu laler alias lalat.
Gw juga kurang tau mana yang bener yang jelas ketika dia BAB di tubuh manusia
kotoranya disebut tahi lalat, bukan tahi laler. Tetapi untuk objek yang sedang
mendapat servis khusus dari binatang tersebut dibilang “dilalerin” bukan
“dilalatin”.
Sebenarnya gw gada masalah sama lalat Indonesia, mereka
semua baik, sopan dan lumayan terpelajar. Soalnya gw sempet liat di Indonesia,
ada lalat terbang sambil bawa tas, trus megang gadget. Pas gw mau nanya dia mau
kemana, eh, dia udah keburu jauh terbangnya. Yaudah. Pikiran gw sih, dia mau kuliah. Soalnya dia
kelihatan agak tergesa-gesa sambil mukanya terlihat sedikit panik. Tapi yaa…
sudahlah.
Adapun masalah gw
sebenernya sama lalat Yaman, Negara tempat gw kuliah sekarang. ‘Lho apa
bedanya, kan sama-sama lalat?’ O…Beda! Sangat berbeda. Ternyata, menurut
observasi gw, lingkungan, budaya, keadaan alam dan iklim tidak hanya
mempengaruhi kehidupan manusia tapi juga binatang.
Di Indonesia, kambing makanya rumput, di sini dia makan
kertas. Jadi ga usah kaget kalau lo berkunjung ke Yaman trus lo melihat, ada
orang menggembala kambing bukan di padang rumput, tapi di tempat pembuangan
sampah.
Begitu juga dengan lalat. Di Yaman, lalat lebih senang
hinggap di muka manusia dari pada reunian di tempat sampah atau tempat kotor
lainya. Gw juga kurang faham sebenarnya mengapa bisa seperti itu, tapi itulah
yang terjadi.
Walaupun tidak setiap saat, tapi kehadiran mereka di waktu
tidur siang kita itu cukup mengganggu, karena manusia mana yang tidak risih
ketka sedang tidur mukanya diusap-usap. Walaupun dengan benda terhalus
sekalipun. Pastinya kita akan terbangun.
Dan sekarang, yang mengusap-usap bukan benda halus, tapi
gerombolan lalat. Sampai-sampai, sudah pas muka kita untuk dibilang
“dilalerin”. Silahkan bayangkan sendiri. Bahkan bukan hanya di muka secara
umum. Ada tempat khusus yang paling mereka gemari, yaitu gigi.
Gw punya temen yang secara fisiologi agak gondrong giginya.
Sudah lama ia mendambakan untuk memasang behel, tapi apalah daya. Karena harga
behel lumayan mahal maka itu hanya sekedar impian dan doanya seusai sholat.
Secara rutin setelah selesai salam, dia menekan-nekan giginya yang agak keluar
agar masuk ke dalam. Lalu diakhiri dengan, ‘amiin’. Dan gw yang ketika itu di
sampingnya juga bilang, ‘amiin’.
Mungkin dia kurang suka dengan giginya yang agak menjulur
keluar. Tapi lalat sangat suka dengan hal itu. Sehingga setiap kali dia tidur
siang, paling sedikit empat lalat ngetem di giginya. Mungkin karena
sudah terbiasa makanya ia tidak terjaga ketika lalat mendarat di giginya,
sekalipun pendaratanya bisa dibilang kasar.
Karena hal tersebut sudah sering terjadi, ia pun mendapat
julukan baru di akhir namanya ‘*z*s Laler’. Sori gw sensor.
Keanehan lalat Yaman lainya, mereka tidak tau mana tempat
yang aman untuk terbang, mana tempat yang berbahaya. Hingga pada suatu hari di
siang yang panas, kebiasaan kita para mahasiswa rantau adalah membuat minuman
dingin sambil bersenda gurau di kamar.
Lalu ditengah-tengah pecahnya tawa, salah satu temen gw ada
yang tiba-tiba keselek. Jadi aksenya adalah,”hahahahaahaha… haq… haq… cuiiih!
Ternyata yang keluar adalah lalat berlumuran air liur yang sedang sakarotul
maut. Itu siapa yang salah gw juga ga tau. Yang jelas itu accident. Dua-duanya
salah dari sisinya masing-masing.
Tidak sampai di situ. Sangking eksisnya, lalat Yaman ga
hanya ada tempat umum, bahkan mereka sudah menduduki kabin pesawat terbang,
yang notabene tempat bersih lagi nyaman untuk para penumpang.
Suatu ketika, gw harus melakukan penerbangan domestic dari
Ibu kota Yaman, San’a menuju salah satu Ibu Kota propinsi di Negara tersebut,
yaitu Mukalla. Melihat jarak tempuh darat lumayan jauh dan memakan waktu.
Singkat cerita, gw dan temen gw Najih waktu itu sudah masuk
ke dalam kabin pesawat terlebih dahulu dari penumpang lainya. Karena kita
memang sudah terbiasa dengan budaya Indonesia yang serba cepat, dan buru-buru,
padahal pesawat juga gak akan ninggalin kita sebelum mereka mengecek
kelengkapan penumpang.
Tak lama setelah menikmati nyamanya kursi pesawat,
terjadilah keributan disalah satu sudut kabin. Yaitu antara orang bule, dan
penduduk asli Yaman. Dan dalam hitungan detik keributan bukan hanya antara
mereka berdua tapi hampir setengah isi pesawat ikutan ribut. Kami pun menonton
dengan khidmat.
Hingar bingar tidak bisa dihentikan. Orang-orang saling
marah marah dengan suara lantang di dalam pesawat. Pramugari pun sempat
kualahan tapi tetap terus mencoba untuk menenangkan. Dan ternyata setelah
panjang lebar kami mengikuti alur ceritanya, di ketahui bahwa meraka ribut
karena tempat duduk. Hal itu disebabkan karena bapak yang penduduk asli Yaman
duduk tanpa melihat nomor kursi, dan orang bule datang tidak terima tempat
duduknya di rebut. Aneh.
Mungkin mereka mengira boarding pass itu hanya sekedar
tiket masuk, dan nanti setelah di dalam kabin, mereka bisa bebas memilih mau
duduk dimana saja, tergantung siapa yang duluan. Bis kota kalee!!
Dan lebih absurdnya lagi, yang tertukar tempat duduknya
hanya dua orang. Tapi yang ribut hampir setengah penumpang pesawat.
Tak lama kemudian, beberapa menit sebelum pesawat take
off, keadaan sudah dapat dikendalikan. Di sela ketenangan dan kenyamanan,
lewatlah seekor lalat hitam terbang dengan begitu lambanya. Tidak seperti
lalat-lalat biasanya. Seandainya saja ada kaca pembesar, gw bisa pastiin ketika
itu dia terbang pake gaya punggung dan sambil baca petunjuk keselamatan
penerbangan.
Pemandangan luar biasa. Gw berani jamin lw ga akan mendapatkan
pengalaman seperti ini di Negara lain. Karena memang hanya di sini adanya.
Maka bersukurlah, walaupun pesawat di Indonesia sering delay
paling enggak di dalam kabin lw ga harus rebutan tempat duduk ataupun
dilalerin.
Benar, Om. Serangga mungil yang bernama kepinding ini selalu menjadi buah bibir di antara kita. Saya sendiri nyaris frustrasi dibuatnya.
ReplyDeleteHahaha..... iya...
Delete