Wednesday, July 3, 2013

Serangga Aneh Menurut Gue



Kali ini gue mau ngebahas tentang binatang-binatang yang menurut gue aneh dan  suka bikin kesel bangsa manusia. Salah satu diantara mereka yaitu kepinding, alias kutu busuk, alias tinggi, alias bangsat, dan mempunyai nama ilmiah dari bahasa latin cimicidae. Lumayan banyak ya namanya.
Gw berasumsi, diantara banyak nama yang dia miliki, nama aslinya cuma dua, bukan asli sih lebih tepatnya resmi, “kepinding dan cimicidae”. Adapun nama-nama lainya semuanya nama samaran yang mana nama tersebut munculnya akibat respon orang yang dia gigit.
“Aduh… bangsat, gatel banget apaan nih?” maka jadilah namanya bangsat. Ada juga yang, “Ih… liat tuh! tadi abis mampir di leher, gw langsung kegatelan”.
“Gelepok!”
“Euuhh! Bau banget! Wah ini sih kutu busuk”, lalu jadilah ia kutu busuk. Tapi kalo “tinggi” gw sendiri kurang faham, kenapa bisa dinamakan dengan nama tersebut, padahal ga ada korelasinya sama sekali antara wujudnya dengan nama yang diberikan. Gw jadi curiga, jangan-jangan sebenernya nenek moyangnya  kepinding, itu termasuk golongan jerapah atau tyrannosaurus. Dan ia menjadi kecil sekarang, itu karena dahulunya nenek moyang mereka sok eksis ikut-ikutan program teori evolusi Darwin. Salah gaul.  
Tapi untuk mempermudah dalam mengenal kepinding lebih jauh, lw harus faham dulu teori gw tentang kepinding. Jadi nanti, ketika lw berkunjung ke Universitas gw, maka berkunjunglah ke Fakultas Ilmu Kepinding (Fiking). Dan lo boleh sedikit berbangga, karena lo udah dapet teori gw cuma-cuma dengan mengunjungi blog ini tanpa harus menjadi mahasiswa di Universitas gw. Tapi entah kapan Universitas seperti itu akan terwujud. Mungkin jadinya akan lebih mirip peternakan kepinding dari pada Universitas.
Oke langsung aja, perhatikan baik-baik! Karna gw ga akan mengulangi teori ini lagi, “Digigit 1 nyamuk sama dengan digigit 10 kepinding. Dan digigit 1 kepinding sama dengan digigit 10 semut bakot. Dengan kata lain gigitan kepinding itu berada ditengah tengah garis sejajar antara gigitan nyamuk dan gigitan semut bakot”. Jadi dengan teori yang gw jabarkan diatas, ketika kepinding hinggap di salah satu dari bagian badan lo, lalu dia mengghisap darah lo dengan ganasnya, lo udah ada bayangan tindakan apa yang harus lo diambil. Sehingga apa yang lo lakukan bisa pas dan efektif.
Sampai di sini ada pertanyaan?
Oke, klo ga ada kita bisa lanjut. Lho, ko jadi berasa di ruang kelas ya?? Bubar! Bubar!
Sengaja gw bandingkan antara ketiga binatang tersebut. Karena belom lama, telah diketahui, bahwa mereka merupakan gabungan dari sindikat serangga peminum darah manusia. Yang mana, hasil dari darah yang mereka minum, tidak semuanya dialirkan ke tubuh mereka, melainkan sebagianya mereka donasikan ke perusahaan Blood Bank Company, yang mana perusahaan tersebut di pimpin langsung oleh Semut Bakot. Dan dari Blood Bank Company darah-darah tersebut di jual kepada manusia. Lalu dari keuntungan perusahaan, mereka bagi rata untuk kesejahteraan, bangsa nyamuk, kepinding dan semut bakot. Makanya sampai saat ini mereka terus bisa hidup enak dan berkembang biak. Sungguh terorganisir.
Jadi sejatinya semut bakot memang tidak meminum darah manusia. Kalaupun dia menggigit, itu hanya wujud balas dendam kepada manusia yang sudah membunuh relasi bisnisnya.
Gw jadi teringat pengalaman buruk gw bersama kepinding.
Ketika itu di suatu malam di musim dingin,  gw tidur di kasur temen gw. Karena waktu itu gw baru datang dari Indonesia, jadi belom dapat pembagian tempat yang baru di asrama. Lalu di subuh harinya pas gw bangun, “astaga! Ini apaan bentol ko baris dari ujung kaki sampe ujung paha”.
 Awalnya gw ga curiga, karna gw berfikir, mungkin ini efek yang ditimbulkan dari musim dingin, badan jadi gatel karena kulit kering.
Keesokan harinya, hal yang sama pun terjadi. Di otak gw langsung terbesit: “kampret!”. Ini pasti bukan gara-gara musim dingin. Karena di malam harinya sebelum gw tidur, gw udah pake krim pelembab.
Akhirnya gw coba angkat kasur temen gw dan gw lihat ke bawah kasur, “Yassaalaam!” ga taunya kepinding lagi pada bikin party. Lalu dengan muka sok imut salah satu dari mereka ngeliat ke gw sambil bilang, “Halo boss! Pagi! Makasi banyak yaa untuk malam yang indah”. Ooh God! Mendengar sapaan itu, gw langsung bego seketika. Ekpresi muka gw ketika itu ga jauh beda sama sosiolog yang belum lama ini di siram air di depan umum.
Akhirnya mulai hari itu gw putusin untuk pindah tempat.
Tapi untuk membasmi binatang ini, caranya gampang-gampang susah. Menurut penelitian yang gw lakukan, yaitu dengan menangkap beberapa kawanan binatang tersebut. Lalu gw taruh di wadah kecil bertutup, simpelnya gw penjarakan. Setelah itu gw jemur. Dan dalam hitungan beberapa jam… Taraa!! Ternyata berhasil, mereka akhirnya mengering dan siap untuk di sajikan bersama menu buka puasa lainya.
Terus terang sampai saat ini gw masih mencari hikmah penciptaan dari serangga yang satu ini, karena sejak gw kenalan sama om Harun Yahya, yang sering menguak banyak hikmah penciptaan alam semesta dan seisinya beliau belum pernah mengangkat kepinding untuk jadi artisnya.
***
Binatang lain yang menurut gw aneh, yaitu laler alias lalat. Gw juga kurang tau mana yang bener yang jelas ketika dia BAB di tubuh manusia kotoranya disebut tahi lalat, bukan tahi laler. Tetapi untuk objek yang sedang mendapat servis khusus dari binatang tersebut dibilang “dilalerin” bukan “dilalatin”.
Sebenarnya gw gada masalah sama lalat Indonesia, mereka semua baik, sopan dan lumayan terpelajar. Soalnya gw sempet liat di Indonesia, ada lalat terbang sambil bawa tas, trus megang gadget. Pas gw mau nanya dia mau kemana, eh, dia udah keburu jauh terbangnya. Yaudah.  Pikiran gw sih, dia mau kuliah. Soalnya dia kelihatan agak tergesa-gesa sambil mukanya terlihat sedikit panik. Tapi yaa… sudahlah.
 Adapun masalah gw sebenernya sama lalat Yaman, Negara tempat gw kuliah sekarang. ‘Lho apa bedanya, kan sama-sama lalat?’ O…Beda! Sangat berbeda. Ternyata, menurut observasi gw, lingkungan, budaya, keadaan alam dan iklim tidak hanya mempengaruhi kehidupan manusia tapi juga binatang.
Di Indonesia, kambing makanya rumput, di sini dia makan kertas. Jadi ga usah kaget kalau lo berkunjung ke Yaman trus lo melihat, ada orang menggembala kambing bukan di padang rumput, tapi di tempat pembuangan sampah.
Begitu juga dengan lalat. Di Yaman, lalat lebih senang hinggap di muka manusia dari pada reunian di tempat sampah atau tempat kotor lainya. Gw juga kurang faham sebenarnya mengapa bisa seperti itu, tapi itulah yang terjadi.
Walaupun tidak setiap saat, tapi kehadiran mereka di waktu tidur siang kita itu cukup mengganggu, karena manusia mana yang tidak risih ketka sedang tidur mukanya diusap-usap. Walaupun dengan benda terhalus sekalipun. Pastinya kita akan terbangun.
Dan sekarang, yang mengusap-usap bukan benda halus, tapi gerombolan lalat. Sampai-sampai, sudah pas muka kita untuk dibilang “dilalerin”. Silahkan bayangkan sendiri. Bahkan bukan hanya di muka secara umum. Ada tempat khusus yang paling mereka gemari, yaitu gigi.
Gw punya temen yang secara fisiologi agak gondrong giginya. Sudah lama ia mendambakan untuk memasang behel, tapi apalah daya. Karena harga behel lumayan mahal maka itu hanya sekedar impian dan doanya seusai sholat. Secara rutin setelah selesai salam, dia menekan-nekan giginya yang agak keluar agar masuk ke dalam. Lalu diakhiri dengan, ‘amiin’. Dan gw yang ketika itu di sampingnya juga bilang, ‘amiin’.
Mungkin dia kurang suka dengan giginya yang agak menjulur keluar. Tapi lalat sangat suka dengan hal itu. Sehingga setiap kali dia tidur siang, paling sedikit empat lalat ngetem di giginya. Mungkin karena sudah terbiasa makanya ia tidak terjaga ketika lalat mendarat di giginya, sekalipun pendaratanya bisa dibilang kasar.
Karena hal tersebut sudah sering terjadi, ia pun mendapat julukan baru di akhir namanya ‘*z*s Laler’. Sori gw sensor. 
Keanehan lalat Yaman lainya, mereka tidak tau mana tempat yang aman untuk terbang, mana tempat yang berbahaya. Hingga pada suatu hari di siang yang panas, kebiasaan kita para mahasiswa rantau adalah membuat minuman dingin sambil bersenda gurau di kamar.
Lalu ditengah-tengah pecahnya tawa, salah satu temen gw ada yang tiba-tiba keselek. Jadi aksenya adalah,”hahahahaahaha… haq… haq… cuiiih! Ternyata yang keluar adalah lalat berlumuran air liur yang sedang sakarotul maut. Itu siapa yang salah gw juga ga tau. Yang jelas itu accident. Dua-duanya salah dari sisinya masing-masing.
Tidak sampai di situ. Sangking eksisnya, lalat Yaman ga hanya ada tempat umum, bahkan mereka sudah menduduki kabin pesawat terbang, yang notabene tempat bersih lagi nyaman untuk para penumpang.
Suatu ketika, gw harus melakukan penerbangan domestic dari Ibu kota Yaman, San’a menuju salah satu Ibu Kota propinsi di Negara tersebut, yaitu Mukalla. Melihat jarak tempuh darat lumayan jauh dan memakan waktu.
Singkat cerita, gw dan temen gw Najih waktu itu sudah masuk ke dalam kabin pesawat terlebih dahulu dari penumpang lainya. Karena kita memang sudah terbiasa dengan budaya Indonesia yang serba cepat, dan buru-buru, padahal pesawat juga gak akan ninggalin kita sebelum mereka mengecek kelengkapan penumpang.  
Tak lama setelah menikmati nyamanya kursi pesawat, terjadilah keributan disalah satu sudut kabin. Yaitu antara orang bule, dan penduduk asli Yaman. Dan dalam hitungan detik keributan bukan hanya antara mereka berdua tapi hampir setengah isi pesawat ikutan ribut. Kami pun menonton dengan khidmat.
Hingar bingar tidak bisa dihentikan. Orang-orang saling marah marah dengan suara lantang di dalam pesawat. Pramugari pun sempat kualahan tapi tetap terus mencoba untuk menenangkan. Dan ternyata setelah panjang lebar kami mengikuti alur ceritanya, di ketahui bahwa meraka ribut karena tempat duduk. Hal itu disebabkan karena bapak yang penduduk asli Yaman duduk tanpa melihat nomor kursi, dan orang bule datang tidak terima tempat duduknya di rebut. Aneh.
Mungkin mereka mengira boarding pass itu hanya sekedar tiket masuk, dan nanti setelah di dalam kabin, mereka bisa bebas memilih mau duduk dimana saja, tergantung siapa yang duluan. Bis kota kalee!!
Dan lebih absurdnya lagi, yang tertukar tempat duduknya hanya dua orang. Tapi yang ribut hampir setengah penumpang pesawat.   
Tak lama kemudian, beberapa menit sebelum pesawat take off, keadaan sudah dapat dikendalikan. Di sela ketenangan dan kenyamanan, lewatlah seekor lalat hitam terbang dengan begitu lambanya. Tidak seperti lalat-lalat biasanya. Seandainya saja ada kaca pembesar, gw bisa pastiin ketika itu dia terbang pake gaya punggung dan sambil baca petunjuk keselamatan penerbangan.
Pemandangan luar biasa. Gw berani jamin lw ga akan mendapatkan pengalaman seperti ini di Negara lain. Karena memang hanya di sini adanya.
Maka bersukurlah, walaupun pesawat di Indonesia sering delay paling enggak di dalam kabin lw ga harus rebutan tempat duduk ataupun dilalerin. 

2 comments:

  1. Benar, Om. Serangga mungil yang bernama kepinding ini selalu menjadi buah bibir di antara kita. Saya sendiri nyaris frustrasi dibuatnya.

    ReplyDelete